Kelompok petani di Labuhanbatu Selatan (Labusel), Sumatera Utara mampu mengubah gambut menjadi lahan perkebunan sawit. Produktivitas buah sawit yang dihasilkan terbilang tinggi sekitar 23 ton per hektare per tahun. Aturan moratorium gambut meresahkan masyarakat setempat.
Cerita mengenai gambut identik dengan kerusakan lingkungan dan kebakaran lahan. Masyarakat yang hidup di areal gambut juga menjadi korban dari cerita ini. Apabila kebakaran lahan melanda, masyarakatlah yang dituding sebagai pemicu api. Itu sebanya, gambut ibarat buah khuldi yang terlarang untuk dipakai khususnya bagi perkebunan sawit.
Cerita berbeda datang dari Labuhanbatu Selatan tepatnya di Desa Teluk Panji Kecamatan Kampung Rakyat. Seluruh lahan di desa ini adalah tanah gambut. Penduduk desa mayoritas petani transmigran yang datang di awal tahun 1990-an. Mereka bekerja sebagai petani plasma mitra PT Abdi Budi Mulia. Kebun plasma terbagi empat Satuan Pemukiman (SP) mulai SP I sampai SP IV.
“Diawal pembukaan, kebun plasma diperuntukkan kepada 1500 kepala keluarga. Selain itu, dialokasikan juga tempat pemukiman supaya tidak jauh dari kebun,” ujar Heri Susanto, petani plasma yang juga Ketua KUD Panji Rukun SP-2.
Heri menceritakan bahwa masing-masih kepala keluarga mendapatkan lahan di atas tanah gambut seluas dua hektar lahan untuk kebun plasma. Areal perumahan seluas 0,5 hektare. Kala itu, tanah gambut dipakai untuk sawit karena tidak ada alternatif lain. “Yang kami yakini memang itulah masa depan kami. Tidak ada alternatif lain. Faktor lainnya, kami mesti memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Heri.
PT Abdi Budi Mulia adalah perusahaan pelaksana proyek Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Trans di Desa Teluk Panji, Kecamatan Kampung Rakyat, Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Proyek ini mengikuti Instruksi Presiden Nomor 1/1986. Penanaman lahan plasma dimulai perusahaan tahun 1988 seluas 1.195. 58 hektare yang dikerjakan bertahap sampai tahun 1993. Total lahan plasma yang dibangun seluas 3.000 hektare untuk 1.500 KK dengan kondisi tanaman menghasilkan.
Mengelola lahan gambut bukan perkara mudah. Tantangan ini disadari perusahaan dan petani plasma. Untungnya, petani di desa ini mendapatkan pendampingan PT Abdi Budi Mulya. Pendampingan tekni menjadi kebutuhan karena kedalaman gambut di desa ini lebih dari dua meter. “Perusahaan menjadi bapak angkat kami. Tetapi setelah konversi kebun plasma kepada petani peserta, kami tetap bisa mengelola lahan,” ujar Heri.
Selepas tidak dibawah bimbingan bapak angkat, Heri dan kawan-kawan belajar otodidak perawatan kebun. Hingga sekarang belum ada penyuluh perkebunan datang ke desa mereka untuk memberikan bimbingan teknis. Haji Jarno, petani plasma Labuhan Selatan, menjelaskan praktik kultur teknis berbekal pengalaman di lapangan.
“Modal kami adalah pengalaman. Tidak pernah tahu teori. Kami coba pratikkan perawatan (kebun) di lapangan,” ujar Jarno yang juga menjabat Ketua KUD Karya Maju SP-1.
Dalam hal pemupukan, petani rutin menyebar pupuk setiap empat bulan sekali. Ini artinya, setahun tanaman bisa dipupuk sebanyak tiga kali. Menurut Jarno, dosis pemupukan sengaja dilebihkan tidak sesuai rekomendasi. “Pupuk kami berikan over terbukti hasil panen malahan banyak,” ujarnya.
Pengalaman lainnya adalah mengatasi penyakit daun sawit yang menguning. Jarno menyebutkan tanaman cukup diberikan abu janjang sawit tidak perlu dipotongin daunnya. Setelah diberikan abu janjang, hasilnya panen sawit kembali meningkat.