Dalam beberapa tahun ini, jejaring LSM anti sawit di Indonesia sering mempublikasikan dan menuduh perkebunan kelapa sawit mempekerjakan anak-anak ( dibawah usia 17 tahun) dalam bentuk foto anak anak-anak yang sedang berada di kebun kelapa sawit.
Tuduhan dengan foto tersebut bukan hanya tidak masuk akal tetapi juga mengeksploitasi anak-anak demi pembenaran tujuan LSM itu sendiri. Tuduhan LSM tersebut sudah melecehkan anak-anak di Indonesia dan tentunya termasuk orang tuannya.
Kehadiran anak-anak pada suatu tempat belum tentu berarti keterlibatan anak-anak pada kegiatan yang di tempat bersangkutan. Jika ditemukan anak-anak di Mall dan kita tuduhlangsung anak-anak itu berjualan di Mall tentu sangat keliru karena anak-anak tersebut sedang dibawa orang tuanya belanja di Mall. Demikian juga di kebun sawit bukan berarti anak-anak menjadi pekerja di perkebunan sawit.
Dikawasan pedesaan hubungan anatara angota keluarga termasuk anak-anak demikian kuatanya. Bagi yang berasal dari desa, dengan mudah memahami hal ini. Keikutsertaan anak-anak di sawah atau ladang bersama-sama orang tuanya merupakan bagian dari sosialisasi anak-anak dan mekanisme perlindungan orang tua terhadap anak-anaknya. Sekalipun anak-anak petani kita ikut memegang cangkul, itu hanayalah mekanisme pendidikan dan kegembiraan keluarga untuk mengerti tanggung jawab dalam keluarga.
Hal ini sama juga sering di jumpai pada pedagang di kota-kota kecil. Terkadang anak-anak terpaksa dibawa orang tuanya yang kebetulan pedangang kepasar untuk bersama-sama dengan orang tuanya karena tidak mungkin di tinggalkan di rumah. Namun sekali lagi itu bukan berarti anak-anak dipekerjakan sebagai pedagang.
Di perkebunan sawit apa bila perusahaan perkebunan, mempekerjakan anak-anak selain melangar hukum juga sangat tidak mungkin. Jenis pekerjaan di perkebunan kelapa sawit di luar kemampuan anak-anak. Untuk pemanenan TBS misalnya selain memerlukan latihan khusus, untuk mengangakt alat-alat panen TBS yang begitu berat hampir tidak mungkin dilakukan anak-anak. Belum lagi mengangkat TBS yang beratnya antara 15-50 Kg pertandan, sangatlah tidak mungkin dilakukan anak-anak. Selain itu tata kelola perusahaan juga tidak dimungkinkan pengunaan tenaga kerja anak-anak, karena salah satu syarat untuk tenaga kerja di Indonesia adalah tenaga kerja dewasa yang memiliki kartu tanda penduduk.
Lalu mengapa ada foto anak-anak yang diperoleh LSM di kebun-kebun sawit? Jika itu beber-benar ada bukan direkayasa maka dapat dipastikan bahwa anak-anak tersebut ikut orang tuanya yang kebetulan menjadi karyawan di kebun sawit. Selain itu adalah bagian perlindungan orang tuanya sekaligus untuk mendidik anak bagaimana orang tuanya bekerja atau terpaksa dibawa orang tuanya karena tidak ada yang menjaga dirumah. Seharusnya jika LSM benar-benar menemukan bahwa ada perusahaan secara sengaja mempkerjakan anak-anak dan di buktikan secara meyakinkan (misalnya terdaftar diperusahaan dan menerima upah) sehrusnya LSM mengadukan secara hukum, karena yang demikian melangar hukum. Sesuai dengan hukum perlindungan anak di Indonesia, jika LSM mengetahui dan tidak melaporkannya kepada aparat penegak hukum, itu termasuk pelangaran hukum.
Sumber: Mitos vs Fakta, PASPI 2017