Pemerintah mendorong peremajaan sawit rakyat dapat dipercepat. Ditjen Perkebunan telah menyederhanakan persyaratan replanting bagi petani. Mungkinkan tahun ini target 200 ribu hektare terlampaui?
Saat ditemui wartawan pada pertengahan Juli 2019, Kepala Staf Kepresidenan
RI, Moeldoko mengatakan bahwa pemerintah
menyoroti capaian target peremajaan sawit sampai tahun ini. Sebab realisasi program
Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di bawah 10% dari target sekitar 200 ribu hektar.
“Saya lihat memang ada yang tidak sesuai target. Dari yang direncanakan,tapi
nyatanya berjalan kurang dari 10%. Saya
akan lihat ada apa ini,” tegas Moeldoko.
Data Ditjenbun Kementan menyebutkan pada tahun 2017 dari target PSR seluas 20.780 hektare yang dilakukan di tujuh provinsi/20 kabupaten, realiasasinya masih rendah, yakni hanya seluas 14.796 hektare (71,20 persen).
Pada 2018 dari target 185.000 hektare yang dikembangkan di 16 provinsi/45 kabupaten, realisasinya hanya seluas 33.842 hektare (18,29 persen). Bahkan, per 25 Juni 2019, PSR yang ditargekan 200.000 hektare di 21 provinsi/107 kabupaten, realisasisinya juga masih rendah, yakni seluas 20.379 hektare (10,19 persen).
Dalam rangka mempercepat PSR, sejumlah langkah terobosan telah dilakukan berbagai pihak. Kementerian Pertanian RI melalui Direktorat Jenderal Perkebunan menerapkan kebijakan strategis untuk mempermudah persyaratan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Melalui penyederhanaan dari semula 14 syarat menjadi 8 syarat yang harus dipenuhi calon peserta peremajaan sawit. Langkah lainnya tahapan persyaratan dipersingkat sehingga replanting berjalan cepat.
“Kami telah mensimplifikasi mekanisme PSR sesuai kesepatan bersama (pemerintah). Semisal dari tiga step (red-tingkat) menjadi satu step ,” kata Kasdi Subagyono, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI kepada redaksi Majalah SAWIT INDONESIA.
Penyederhanaan syarat PSR bertujuan mempercepat kegiatan peremajaan supaya mencapai target. Tahun ini, Kementerian Pertanian RI menargetkan luasan PSR mencapai 200 ribu hektare.
Dari data yang diterima redaksi, persyaratan PSR dikurangi dari 14 menjadi 8 syarat merujuk Permentan Nomor 7 Tahun 2019 Pasal 43 ayat (1). Syarat yang mesti dipenuhi; pertama, kelembagaan pekebun paling sedikit beranggotakan 20 pekebun. Kedua, minimal 50 hektare per poktan/gapoktan/koperasi dengan radius paling jauh 10 kilometer yang dilengkapi peta koordinat. Ketiga, fotokopi Kartu tanda penduduk serta kartu keluarga atau surat keterangan dari dinas kependudukan dan catatan sipil.
Keempat, memiliki rekening bank aktif sesuai bank yang ditunjuk. Kelima, memiliki STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya) atau surat kesanggupan menyelesaikan STDB. Keenam, kepemilikan lahan tidak dalam sengketa. Ketujuh, peserta memiliki legalitas lahan seperti SHM, SKT, AJB ataupun hak adat (komunal). Kedelapan, SK Calon Penerima serta Calon Lokasi sesuai ketetapan kepala dinas.
“Untuk STDB bisa diproses nanti saja. Yang penting identitasnya jelas. Posisi GPS jelas. Tidak perlu banyak persyaratan. Karena simplifikasi ini sesuai arahan Komite Pengarah (BPDPKS),” ujar peraih gelar Doktor Tsukuba University ini.
(Selanjutnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 93, 15 Juli – 15 Agustus 2019)