Aspek praktis
Untuk lahan gambut yang telah dibuka dan ditanami perlu pengelolaan sebagai berikut:
- Pengelolaan air pada lahan gambut. Pengembangan lahan untuk pertanian tidak terlepas dari kegiatan pengaturan air karena bahan gambut umumnya diendapkan pada daerah tergenang dalam jangka waktu lama. Apengaturan air melalui pembuatan saluran drainase dan pemberian pada lahan gambut harus dilakukan dengan hati-hati karena pengeringan yang berlebihan akan menyebabkan gambut menjadi kering sehingga dapat mendorong terjadinya kebakaran hutan. Oleh karena itu pembuatan saluran drainase, yang sekaligus berfungsi sebagai saluran pemberi, perlu mempertimbangkan kedalaman, lebar saluran dan pengaturan air dengan pintu air. Saluran tidak buleh terlalu dalam supaya tidak terjadi over drainage. Pada dasarnya gambut tidak boleh tergenang pada jangka waktu lama untuk mendukung pertumbuhan tanaman, namun juga tidak boleh terlalu kering agar gambut tidak menjadi kering tidak-balik membentuk pasir semu. Oleh karena itu pada titik-titk tertentu saluran drainase perlu dibuat pintu air yang dapat dibuka dan ditutup kapan saja sesuai dengan keperluan, sehingga mampu mengatur muka air tanah dilahan pertanaman berkisar antara 40 cm hingga ≥ 80 cm. Cara pengukuran tinggi muka air tanah dapat dilakukan dengan mengunakan alat piezometer. Pada kisaran permukaan air tanah tersebut diharapkan air tanahnya disamping selalu berada pada jangkauan akar tanaman (sesui dengan umur tanaman yang dibudidayakan) tetapi juga kelembaban tanah di bagian permukaan dapat mempertahankan gambut tidak menjadi kekeringan (tetap stabil). Sempel diambil di suatu perkebunan kelapa sawit pada kedalaman muka air sekitar 80 cm dari permukaan, kandungan air pada lapisan 0-20, 20-40 dan 40-60 masih tinggi yaitu >300% (w/w), yang umumnya berada diatas kadar air batas kritis.
- Bahan tanah mineral dibawah endapan gambut. Bahan ini merupakan para meter yang kurang banyak diperhitungkan, baik dalam sistem Taksonomi Tanah yang dikembangkan oleh USDA maupun dalam sistem evaluasi lahan yang dikembangkan oleh FAO (FAO2006). Berdasarkan pengalaman selama pengembangan lahan rawa dapat dikemukakan bahwa hampir semua lahan gambut yang bermasalah selalu berhubungan dengan bahan tanah mineral yang berada dibawahnya. Berubahnya tingkat kemasaman tanah pada lahan gambut yang berkembang pada lingkungan marin atau payau menjadi sangat masam adalah sebagai akibat teroksidasinya bahan mineral pirit yang berada dalam bahan endapan Demikian pula, yang terkait dengan tingkat kesuburan tanahnya berhubungan sangat erat dengan tanah mineral dibawah gambut. Endapan gambut yang berkembang diatas pasir kuarsa, seperti banyak ditemukan di Kalimantan Tengah, mempunyai tingkat kesurburan yang sangat rendah, dan hutan yang berkembang dilahan gambut demikian umumnya miskin akan jenis tumbuhan pohon, dan keadaan hutanya bersifat sangat sepesifik yang oleh Andriesse (1988) disebut dengan hutan kerangkas. Kedua kondisi demikian itu akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman budidaya apa bila gambutnya tipis ( < 1 m ).Sumber : Desain Pengelolaan Lahan Gambut Untuk Mendukung Produktivitas Pertanian Berbasis Perkebunan, Prof. Dr. Supiandi Sabiham.