JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Polemik kawasan hutan berpotensi menimbulkan konflik lahan di Indonesia. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang menyoroti persoalan konflik lahan di beberapa kawasan di Indonesia yang saat ini terjadi.
Menurutnya, polemik terjadi akibat Surat Keputusan (SK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menetapkan kawasan hutan di lahan-lahan masyarakat.
“Saya sampaikan ini dengan harapan Pimpinan dan mitra terkait dapat menindaklanjuti persoalan ini,” ujar Junimart dalam interupsinya pada Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan V, Gedung Nusantara II, Jakarta (6/5/2021).
Dalam catatannya, akibat SK tersebut maka lebih dari 100 ribu sertifikat tanah warga yang tersebar di tujuh provinsi terancam batal legalitas kepemilikannya.
“Sementara sertifikat itu sudah dimiliki rakyat sejak lama bahkan sejak zaman Belanda (sebelum merdeka), ini berpotensi menimbulkan konflik pertanahan,” terang Junimart dalam laman resmi DPR.
Menurut politisi fraksi PDI Perjuangan itu, dokumen berupa sertifikat yang sah tidak dapat dibatalkan begitu saja. Hal itu berpeluang menciptakan ketidakpastian hukum. Sementara itu KLHK ditengarai menetapkan kawasan hutan secara sporadis.
Politisi dapil Sumatera Utara III itu berharap komisi-komisi terkait di DPR RI juga dapat mendalami masalah ini agar dapat menyikapi persoalan masyarakat tersebut.
Sebagai informasi, Kementerian LHK mendapatkan alokasi dana untuk kegiatan Pengukuhan Kawasan Hutan melalui Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) mensebesar Rp. 173 miliar. Dana ini menggunakan mekanisme penggunaan sebagian Dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan (PKH).
Dilansir dari laman Kementerian LHK, penggunaan anggaran tambahan Ditjen PKTL untuk kegiatan pengukuhan kawasan hutan meliputi tata batas kawasan hutan sepanjang 10.221 km, tata batas Tanah Obyek Reforma Agraria dari Kawasan Hutan sepanjang 3.792 km, serta Inventarisasi dan Verifikasi Tanah Obyek Reforma Agraria dari Kawasan Hutan seluas 20,190 ha.
Selain itu, anggaran tersebut ditujukan untuk optimalisasi penerimaan negara melalui verifikasi lapangan bagi 202 wajib bayar, inventarisasi sumber daya hutan, pengembangan sistem informasi, dan peningkatan kapasitas tenaga (juru) ukur serta penyusunan rencana pemulihan.