Kasus kebakaran di lahan perkebunan kelapa sawit memang cukup pemprihatinkan, bukan saja merugikan pengusaha tapi juga berdampak sangat luas ke masyarakat lain di sekitar lokasi perkebunan. Pada dasarnya ada dua faktor kunci sebagai penyebab utama terjadinyua suatu kasus kebakaran di lahan perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit, yaitu faktor alam dan faktor manusia.
1. FAKTOR ALAM
Faktor alam dimaksud antara lain Iklim yang memegang peran penting sebagai faktor penyebab terjadinya kebakaran di lahan perkebunan, dimana Indonesia yang beriklim tropis memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat musim kemarau, curah hujan sebagai sumber air utama menjadi sangat rendah sehingga menimbulkan situasi defisit air atau kekeringan. Di Indonesia, puncak musim kemarau umumnya terjadi pada bulan-bulan Juli atau Agustus.
Faktor alam lain adalah terdapatnya lahan gambut cukup luas yang dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan. Berbeda dengan tanah mineral, tanah gambut memiliki karakteristik khusus yaitu tersusun dari dari serasah tumbuhan (bahan organic) yang melapuk. Pada saat kemarau dimana permukaan air tanah mengalami penurunan baik yang terjadi secara alami maupun akibat sistem drainase, maka lapisan tanah gambut (terutama gambut tebal) menjadi kering dan mudah terbakar.
2. FAKTOR MANUSIA
Jika faktor alam dianggap sebagai sumber penyebab terjadinya kebakaran, maka manusia lebih berperan sebagai pemicu terjadinya kebakaran. Kurangnya pemahaman dari semua komponen yang berada di lingkungan perkebunan, termasuk masyarakat, terhadap seluk beluk penyebab kebakaran dan dampak kerugian yang ditimbulkan, umumnya menjadi pemicu utama terjadinya bencana kebakaran. Beberapa hal berikut ini merupakan contoh dari kurangnya pemahaman manusia di dalam dan sekitar kebun terhadap bahaya kebakaran dan kerugian yang ditimbulkan:
- Menyalakan api, termasuk membuang puntung rokok, secara sembarangan di dalam lingkungan kebun
- Membiarkan kebun dalam kondisi kotor ditumbuhi semak dan belukar.
- Secara sengaja membakar kebun karena alasan tertentu (aspek sosial)
Terkait dengan terjadinya kasus kebakaran gambut di perkebunan sawit, peran manusia sesungguhnya dimulai pada saat dibukanya lahan-lahan gambut dengan cara yang menyimpang dari kriteria yang telah diamanatkan oleh para pakar yang berkompeten di bidangnya. Pemerintah, misalnya, melalui kementerian terkait telah mengeluarkan aturan sangat jelas perihal larangan membuka lahan gambut dalam (gambut dengan kedalaman atau ketebalan lebih dari 3 meter). Lembaga-lembaga riset, baik swasta maupun pemerintah, menentukan kritera kesesuaian lahan kelapa sawit ke dalam kelas tidak sesuai Permanen (N2) untuk lahan gambut dengan kedalaman > 3 meter. Perlu difahami bahwa proses pematangan (dekomposisi) gambut di lahan gambut dalam jauh lebih lambat dibanding lahan gambut dangkal atau sedang. Semakin lambat proses dekomposisi, maka tanah gambut semakin rentan mengalami kekeringan.
Pada tahapan selanjutnya, peran manusia berlanjut dengan tidak melaksanakan tatalaksana pembukaan lahan gambut dengan benar, misalnya pembuatan saluran atau kanal-kanal secara besar-besaran tanpa perencanaan matang, yang mengakibatkan terjadinya penurunan muka air tanah secara drastic. Pada saat kemarau, lapisan gambut tebal yang memang masih mentah (fibrist) dan kering menjadi mudah terbakar.
Cara penanganan atau pengendalian kebakaran di lahan gambut tentu berbeda dengan pengendalian kebakaran di lahan mineral. Jika pada lahan mineral kebakaran terjadi di permukaan tanah, maka kebakaran di lahan gambut umumnnya terjadi di bawah permukaan tanah (gambut). Jika mengalami kekeringan, lapisan gambut di bawah permukaan memang lebih mudah terbakar karena bahan gambut umumnya lebih mentah (berbentuk serat atau fibrist) dibanding gambut yang berada di permukaan yang relatif lebih matang (saprist atau hemist). Dengan demikian maka proses pemadaman sumber api tidak cukup hanya dengan melakukan penyemprotan air di permukaan tanah sebagaimana di lakukan di lahan mineral. Penggenangan lahan dianggap jauh lebih efektif dalam menangani kebakaran di lahan gambut, yaitu dengan segera menutup seluruh pintu-pintu air di sekitar lokasi lahan yang terbakar dan memompa air ke dalam lahan yang terbakar.
Kebakaran di lahan perkebunan memang memerlukan penanganganan yang cepat dan tuntas. Dengan demikian diperlukan tim khusus penanggulangan kebakaran yang terlatih dan dilengkapi peralatan yang memadai. Anggota tim sebaiknya direkrut dari karyawan kebun itu sendiri dan dapat berkoordinasi secara cepat dengan tim penanggulangan kebakaran nasional (BNPB) yang berada di wilayah tersebut. Pembentukan satuan penanggulangan kebakaran akan mengefektifkan tanggungjawab pelaksanaannya. Adapun struktur organisasi yang dapat dikembangkan antara lain adalah :
- Kepala Divisi Perlindungan : Bertanggungjawab secara keseluruhan atas penanggulangan bahaya kebakaran di Satuan Kebun (Estate)
- Kepala Unit : Bertanggungjawab atas penanggulangan bahaya kebakaran di masing-masing unit kebun (afdeling)
- Satuan Informasi : bertanggungjawab mengembangkan informasi terjadinya ancaman kebakaran, baik di dalam lingkungan kebun maupun di luar lingkungan kebun (masyarakat).
- Satuan pemadaman : Melaksanakan tugas teknis pemadaman dibawah koordinasi kepala Unit.
- Satuan Logistik : Mendukung mobilisasi dan logistic yang dibutuhkan satuan pemadaman.
- Satuan Patroli : bertugas memonitor terjadinya ancaman kebakaran, berada di masing-masing afdeling dan melaporkan setiap potensi terjadinya kebakaran kepada satuan informasi.
Bagaimanapun ancaman terjadinya kebakaran bisa terjadi setiap saat, terutama pada saat musim kemarau. Setiap unit kebun sebaiknya telah menyiapkan SOP penanggulangan jauh sebelum kebakaran terjadi. Segenap peralatan pemadaman dan menara pemantau telah disiapkan secara matang. Jika ancaman kebakaran akhirnya menjadi kenyataan, maka tindakan melokalisir wilayah terbakar harus segera dilakukan. Dari beberapa pengalaman di lapangan, proses pemadaman kebakaran di lokasi kebun memang menjadi lebih sulit dilakukan jika beberapa hal-hal berikut ini tidak disiapkan dengan baik :
- Sarana penampung air (waduk / kolam atau embung)
- Peralatan pemadaman yang memadai
- Kondisi infrasturuktur yang baik
- Tim pemadam kebakaran yang terlatih
- Koordinasi dengan tim pemadam kebakaran nasional setempat
Kebakaran adalah bencana yang dapat dihindari dan upaya mencegahnya jauh lebih baik dibanding ongkos mahal yang harus dibayar atas upaya penanggulangannya. Semua harus dimulai dari tahap perencanaan dan penyiapan lahan melalui kerjasama dengan konsultan yang berpengalaman. Survei lahan dan penyusunan desain tata ruang yang baik diharapkan akan memperkecil peluang terjadinya bencana kebakaran, baik di lahan mineral maupun lahan gambut.