Teknik molekuler, Metode lain yang saat ini tengah dikembangkan untuk mendukung pemuliaan kelapa sawit adalah teknik molekuler. Metode ini diarahkan untuk mencari marka molekuler di level DNA yang berasosiasi dengan karakter-karakter unggulan, sehingga kegiatan seleksi nantinya dapat dilakukan lebih awal, dan dapat mereduksi siklus seleksi. Penggunaan marka molekuler untuk membantu kegiatan seleksi dikenal sebagai Marker Assisted Selection (MAS). Metode ini sudah banyak diterapkan untuk pemuliaan tanaman semusim seperti jagung, gandum, dan barley. Untuk tanaman kelapa sawit, penelitian tentang metode ini tengah berjalan, sehingga masih memerlukan waktu untuk penerapannya.
Pendekatan yang menjadi terobosan besar dalam pemuliaan tanaman adalah pembentukan populasi doubled haploid yang diperoleh dari hasil penumbuhan tepung sari (pollen) pada media kultur jaringan yang dikombinasikan dengan perlakuan hormon. Ide pembentukan populasi doubled haploid berdasar pada teori bahwa sifat heterosis pada turunan F1 akan dapat dieksploitasi secara penuh bila tetua-tetua dari F1 tersebut dalam kondisi homozigot. Meski beberapa permasalahan dalam vigor tanaman akan ditemui, seperti pertumbuhan yang kurang dan albino pada daun sebagai dampak dari berkumpulnya gen-gen yang resesif, namun teknologi ini memberikan harapan bagi pemulia untuk dapat merakit varietas dengan tingkat produksi mendekati potensial genetiknya.
Teknologi alternatif lainnya adalah melalui proses rekayasa genetik. Teknologi ini mengubah susunan genetik pada tanaman yang berdampak kepada berubahnya jalur biosintesis untuk karakter yang diinginkan. Salah satunya melalui proses transformasi yakni penyisipan potongan DNA asing, yang telah diketahui efek genetiknya, yang disisipkan ke dalam rangkaian DNA dari populasi pemuliaan. Metode ini telah diterapkan pada beberapa komoditas penting seperti jagung dan kedelai, khususnya untuk sifat ketahanan terhadap hama. Untuk kelapa sawit, penelitian tentang transformasi genetik telah diinisiasi oleh beberapa lembaga riset luar negeri, namun masih memerlukan waktu yang cukup panjang untuk memperoleh hasil yang stabil.
Perbanyakan bahan tanaman
a. Controlled pollination
Setelah proses seleksi yang menghasilkan galur-galur terbaik, proses lanjutannya adalah perbanyakan bahan tanaman. Proses ini melibatkan tetua dura dan tetua pisifera dari persilangan yang terpilih, melalui penyerbukan terkontrol (controlled pollination). Bunga betina dari tetua dura diisolasi sebelum anthesis dengan menggunakan kantung kertas khusus polinasi. Selanjutnya, tepung sari dari tetua pisifera diserbukkan ke bunga betina saat masa anthesis. Sekitar 145-150 hari setelah penyerbukan, tandan sudah dapat dipanen untuk memperoleh benih kelapa sawit hasil reproduksi. Dalam proses reproduksi ini, pengawasan yang ketat harus dilakukan di semua lini untuk menjamin bahwa benih yang dihasilkan adalah murni hasil persilangan dura (D) dan pisifera (P) terpilih.
b. Kultur jaringan
Perbanyakan lain dapat dilakukan melalui proses kultur jaringan. Proses ini menggunakan pupus (daun muda) dari individu-individu hasil seleksi sebagai sumber ortet. Potongan pupus ditumbuhkan dalam rangkaian media, baik padat maupun cair, yang mengandung zat-zat yang merangsang pertumbuhan. Proses kultur jaringan ini memerlukan waktu yang cukup lama, sekitar 18 bulan hingga diperoleh bibit kelapa sawit dalam bentuk planlet. Keunggulan dalam proses ini adalah bibit kelapa sawit yang dihasilkan memiliki pertumbuhan seragam dan tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
c. Pelepasan varietas
Dalam proses perbanyakan bahan tanaman, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan khususnya yang berkaitan dengan komersialisasi. Setiap bahan tanaman kelapa sawit yang akan dilempar ke pasaran memerlukan izin resmi dari pemerintah. Oleh karena itu, setiap lembaga harus mengajukan proposal pelepasan varietas sebelum benih yang dihasilkannya dapat dijual ke publik. Pemerintah melalui Tim Penilai dan Pelepas Varietas akan menguji, menilai, dan memberikan rekomendasi kelayakan varietas yang diajukan. Proses ini mencakup verifikasi pengujian keturunan di lapangan dan kesiapan produksi benih, serta proses pemaparan oleh pengusul di depan sidang pelepasan varietas. (Habis)