JAKARTA, SAWIT INDONESIA — Pengelolaan dana luar negeri yang berkaitan program lingkungan hidup dan perubahan iklim akan di bawah Badan Layanan Umum (BLU) pemerintah. Badan ini dapat berperan untuk menampung dan menyalurkan dana dari luar negeri yang bersifat hibah untuk kegiatan konservasi lingkungan, pengurangan emisi, dan restorasi gambut.
Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) menjelaskan bahwa Indonesia banyak menerima bantuan donor berkaitan lingkungan dan iklim. Oleh karena itu, badan ini bisa mengontrol dana yang masuk dan sistem pendanaan bisa terpusat.
“Program dapat terpusat secara bersama dan pendanaan juga terpusat,” ujar Nazir di sela ICOPE ke 5 di Nusa Dua, Bali, pekan lalu.
BLU perubahan iklim direncanakan mulai terbentuk ini pada tahun ini. Lembaga ini dalam pengawasan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan payung hukum merujuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dikatakan Nazir, pemerintah sedang memfinalisasi kerangka PMK mengenai lembaga ini.
Menurut Nazir, selama ini Indonesia jarang menerima hibah internasional untuk perlindungan iklim. Nantinya, semua dana internasional akan masuk ke lembaga ini.
“Supaya lembaga ini mendapatkan kepercayaan, proses audit tidak sebatas audit BPK (Badan Pengawas Keuangan). Tapi melibatkan auditor internasional,” jelasnya.
Ihwal pendirian lembaga ini karena Indonesia dijanjikan bantuan Global Climate Fund sebesar US$1miliar per tahun dalam COP21 di Perancis. Nazir mencontohkan ketika kebakaran hutan terjadi sebenarnya bukan hanya Indonesia yang rugi. Melainkan negara lain juga mengalaminya.
“Indonesia ini aset dunia, makanya wajar kalau Global Climate Fund lebih banyak dialokasikan ke sini,” imbuh mantan direktur WWF Indonesia ini.
Global Climate Fund ini, kata Nazir, punya kriteria lembaga yang mengelola dana lingkungan harus sesuai kriteria dan lolos seleksi. Sebagai contoh, Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB) mendapatkan kepercayaan. Pemerintah juga menawarkan untuk bisa mengelola dana tadi lantaran punya kemampuan seperti institusi tadi.
Kriteria yang diminta Global Climate Fund adalah lembaga bersifat profesional. Menurut Nazir, sumber daya pengelola BLU sebaiknya dari berbagai unsur bukan saja pemerintah melainkan perwakilan donatur dan pemangku kepentingan independen. “Dengan begitu ini menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia transparan dan konsultatif,” tuturnya.
Nantinya, dana yang dikelola BLU bersumber pula dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Penggunaan dana bisa lebih luas seperti restorasi gambut, energi terbarukan untuk pengurangan emisi, dan REDD. Lembaga ini semacam pot dana yang akan lari ke berbagai program terkait iklim dan pengurangan emisi,”kata Nazir. (Qayuum Amri)