Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) masih menghadapi banyak tantangan. Banyak persoalan di lapangan dari aspek regulasi, dukungan pemerintah, hingga minimnya minat perusahaan. Tak heran, baru 16% lahan sawit bersertifikat ISPO dari luas perkebunan sawit di Indonesia 11,9 juta hektare.
Jelang akhir Agustus 2017, penyerahan sertifikat ISPO kepada 40 perusahaan terasa hambar. Prosesi penyerahan tidak dihadiri pejabat teras kementerian lain. Terkecuali, Bambang, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI, yang membuka kegiatan sekaligus membagikan sertifikat.
Salah seorang peserta yang hadir mengeluhkan minimnya kehadiran pemerintah. “Ini pemerintah serius dukung ISPO atau tidak,” ujarnya tanpa mau disebutkan nama.
Sejatinya dalam berbagai forum, ISPO selalu digaungkan sebagai sertifikasi sawit berkelanjutan di tingkat nasional. Walaupun, pelaksanaannya tidaklah mudah. Aturan pemerintah yang berubah-ubah juga berdampak kepada ISPO. Ambil contoh, dalam prinsip dan kriteria ISPO diizinkan lahan gambut untuk budidaya sawit. Tetapi keluar aturan yang melarang pembukaan lahan sawit di atas gambut.
Sebenarnya ISPO melibatkan kementerian dan lembaga negara terkait sebagai pengawas sekaligus untuk mempercepat sertifikasi ini. Seperti Kementrian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional, KLHK, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Restorasi Gambut dan Badan Pengelolaan Dana Pungutan Kelapa Sawit.
Sebenarnya, keterlibatan banyak pihak sebagai komitmen bersama sesuai undang-undang yang berlaku. “Tetapi, ISPO belum jadi milik bersama antar kementerian dan lembaga. Masih ada ego sektoral antar pihak,” jelas Aziz Hidayat, Ketua Sekretariat ISPO.
Bambang Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian mengakui berbagai kendala yang memperlambat proses sertifikasi ISPO di daerah. Sebagai sertifikat tingkat nasional, persyaratan mendapatkan ISPO banyak yang harus dipenuhi. Bukan berarti, Sekretariat ISPO ingin menunda ataupun mempersulit proses sertifikasi. Contohnya saja, persinggungan kawasan hutan dengan perkebunan sawit. Itu sebabnya, baru 16%
Banyaknya kendala tersebut berakibat baru 16% lahan sawit dari total luasan 11,9 juta hektare yang mengantongi sertifikat ISPO. Di kalangan petani baru dua kelompok tani dapatkan ISPO: KUD Karya Mukti dan Koperasi Asosiasi Amanah.
Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), membeberkan bahwa perusahaan terbebani rumitnya prosedur untuk mendapatkan sertifikat ini. Pertama, masalah Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah lama dimiliki perusahaan kemudian dianulir oleh Kementeri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena ada penilaian tumpah tindih lahan dengan kawasan konservasi.