Penulis:Dr. Rio Christiawan,S.H.,M.Hum.,M.Kn.*
Indonesia telah mengukuhkan dan memilih bentuk negara sebagai negara kesejahteraan, ini terlihat dari konstitusi dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-empat disebutkan bahwa memajukan kesejahteraan umum merupakan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Terkait kesejahteraan petani mengacu kepada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun dengan asas kekeluargaan, artinya pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan petani harus berorientasi pada kesejahteraan bersama bukan tercipta individualisme yang menciptakan persaingan dalam fragmentasi petani melawan kapitalis. Dalam konteks mewujudkan pemerataan kesejahteraan untuk petani Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kewenangan kepada negara untuk mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan terkait hajat hidup orang banyak. Petani merupakan tulang punggung negara dalam mewujudkan kedaulatan pangan yang menjadi target pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui nawacitanya. Kesejahteraan petani harus diwujudkan melalui solidaritas bangsa yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan diinisiasi oleh pemerintah berdasarkan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 .
Pembiayaan selama ini menjadi masalah yang menjauhkan petani sawit plasma atau model swadaya dari kesejahteraan dan mendekatkan petani pada rentenir, sehingga berdampak kontraproduktif pada kesejahteraan petani petani kelapa sawit. Peran pemerintah adalah menginisiasi bank dan lembaga keuangan untuk memberi pembiayaan melalui kredit usaha rakyat (KUR) kepada para petani melalui koperasi, sehingga dengan demikian peran koperasi sebagai wadah pemberdayaan petani kelapa sawit adalah penting khususnya dalam hal produktifitas. Guna mengatasi persoalan produktivitas tersebut pemerintah dapat mendelegasikan peran ‘bapak angkat’ koperasi kepada sektor swasta terkait seperti perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit.
Peran sektor swasta adalah melakukan pemberdayaan melalui pendampingan praktik pengelolaan kebun kelapa sawit terbaik sehingga dapat diperoleh alih pengetahuan dan alih teknologi atas model praktik pertanian terbaik yang pada akhirnya berkorelasi pada produktifitas. Jika diperoleh produktivitas yang baik secara kualitas dan kuantitas maka peran pemerintah adalah menginisiasi sektor swasta untuk membuat perjanjian off-take dengan para petani melalui koperasi bahwa sektor swasta sebagai bapak angkat menjamin atas pembelian hasil panen para petani sehingga para petani dapat memperoleh kepastian penghasilan oleh para petani kelapa sawit plasma atau swadaya .
Relasi petani melalui wadah koperasi dan sektor swasta tersebut harus ditunjang dengan bank sebagai lembaga pembiayaan yang memiliki fungsi sebagai jembatan. Tentu saja dengan adanya perjanjian off take dengan sektor swasta dan jaminan produktivitas yang baik secara kualitas dan kuantitas akan memenuhi syarat untuk memperoleh KUR yang bunganya jauh lebih bersahabat dibanding rentenir yang selama ini menggerogoti kesejahteraan para petani sawit . Perjanjian off take dan jaminan produksi tersebut haruslah dilengkapi dengan legalitas lahan, karena tentu saja bank dalam pembiayaan mensyaratkan legalitas usaha dan lahan yang clear and clean, dan hal ini menjadi bagian pemerintah untuk membereskannya.