Delapan tahun lalu, Kalimantan Timur dikenal sebagai provinsi “sleeping giant” yang masih tertinggal dari daerah lain di Indonesia. Setelah pucuk pimpinan Kalimantan Timur dipegang Awang Faroek Ishak, terjadi perubahan ekonomi yang signifikan pada masa kepemimpinannya yang pertama. Kerja keras dan keberhasilan Awang Faroek Ishak mengelola potensi sumber daya Kalimantan Timur terangkum dalam bukunya yang berjudul Teladan dari Timur.
Semangat membawa perubahan, sikap inilah yang diambil Awang Faroek Ishak selaku Gubernur Kalimantan Timur yang telah masuk di usia ke-8 tahun ini. Perubahan ini ditujukan membangun pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat Kalimantan Timur yang dapat diakses berbagai kelompok. Hal inilah yang menjadi dasar gagasan “Membangun Kaltim untuk Semua” demi terwujudnya prinsip growth with equity yaitu pemerataan pertumbuhan.
Dalam peluncuran bukunya yang berjudul Teladan dari Timur, Awang Faroek Ishak, mengatakan kekayaan alam di Kalimantan Timur merupakan milik negara yang ditujukan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Untuk membawa perubahan, dibutuhkan pemimpin yang partisipatif dan antisipatif di masa mendatang. Sebagai contoh, negara Jepang dan Korea Selatan mempunyai pemimpin yang dapat mentransformasi masyarakat dan perekonomiannya.
Ketika pertama kali menjabat gubernur, salah satu target AFI – panggilan akrab Awang Faroek Ishak – meningkatkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masyarakat Kalimantan Timur. Dengan kerja keras dari semua pihak, IPM Kaltim naik dari 73.77 pada 2007 (sebelum AFI memimpin Kaltim) menjadi 77.15 pada 2012. Menurut Awang Faroek, peningkatan ini tidak terlepas dari pembenahan di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Buku setebal 354 halaman dan 8 bab ini mengulas tuntas permasalahan yang dihadapi Kaltim dan perubahan-perubahan yang berhasil dilakukan sepanjang periode pertama kepemimpinannya (2008-2013). “Di periode pertama memimpin Kaltim yang dianugerahi sumber daya alam berupa kaya minyak, gas dan batu bara, ditambah lagi dengan potensi kehutanan, pertanian dan perikanan yang sangat besar. Disini, saya melihat kondisi yang kontras dengan kehidupan masyarakat Kaltim karena masih miskin, lingkungannya rusak, pembangunan manusianya masih terbelakang, dan minimnya infrastruktur dasar,” ujar Doktor Ekonomi Lulusan Universitas Airlangga ini dalam bukunya.
Dalam pandangan Awang Faroek, gejala kondisi tersebut lazim disebut growth without development (tumbuh tanpa pembangunan) karena ada pertumbuhan tinggi namun hanya segelintir orang yang menikmati. Akibatnya, muncullah ketertinggalan dan keterbelakangan yang mendorong putra kelahiran Tenggarong ini untuk membuat terobosan dan inovasi di lima tahun jabatannya kemarin.
Itu sebabnya Gubernur Awang Faroek menelurkan dua jargon di masa jabatan yang berikutnya yaitu “Kaltim Bangkit” dan “Membangun Kaltim Untuk Semua”. Makna dari kedua jargon ini, kurang lebihnya serupa dengan komentar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat meresmikan sejumlah proyek MP3EI di Kaltim, Oktober 2012 lalu.
Mantan Gubernur Bank Indonesia, Anwar Nasution, mengakui semangat yang dimiliki Awang Faroek mirip dengan Lee Kuan Yew, founding father Singapura, karena keduanya mempunya visi kuat dalam memimpin masyarakatnya.
“Tidak banyak pemimpin di Indonesia yang seperti Awang Faroek karena mempunyai semangat mendorong perubahan di Kalimantan Timur,” papar Anwar dalam kata sambutannya.
HS Sjafran, Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Cabang Kalimantan Timur, mengatakan Awang Faroek Ishak selaku Gubernur Kaltim sangat peduli dengan dunia usaha terutama sektor perkebunan kelapa sawit. Ini terbukti dari kebijakannya yang mendorong Kawasan Industri Maloy yang berbasis agroindustri.
“Selain itu, Awang Faroek juga mau mendengarkan masukan dari pelaku sawit. Sebab, potensi pendapatan daerah selain migas dan batubara berasal dari sektor perkebunan khususnya sawit yang sedemikian besar,” ujarnya.
HS Sjafran menambahkan AFI berjuang supaya bea keluar ekspor dapat kembali ke daerah untuk digunakan bagi kepentingan pembangunan infrastruktur di Kalimantan Timur.
Kebijakan Awang Faroek Ishak yang mengubah orientasi perekonomian Kalimantan Timur dari yang semula mengandalkan sumber daya alam migas dan batubara menjadi agroindustri harus diacungi jempol. Pemilihan kebijakan agroindustri ini menjadikan Kalimantan Timur sebagai pusat pengembangan agroindustri dalam MP3EI. Lewat MP3EI, pemerintah daerah akan mendapatkan dukungan dalam pembangunan infrastruktur daerahnya tidak hanya melalui APBN dan APBD yang melibatkan pola Public Privat Partnership (PPP).
“Fokus kami membangun infrastruktur dalam waktu lima tahun mendatang dimana memerlukan dana sampai Rp 671 triliun untuk kalimantan Timur. Selain itu, kami pun akan membangun daerah perbatasan,”ujarnya.
Apresiasi dan perhatian juga diberikan Rhenald Kasali, Guru Besar Fakutas Ekonomi Universitas Indonesia, sangat respek dengan pemikiran Awang Faroek Ishak yang pernah menyatakan “masih banyak pemimpin daerah yang rabun jauh”. Rhenald mengakui masih banyak pemimpin provinsi dan kabupaten yang hanya mampu melihat dekat saja, sedangkan visi jangka panjang terabaikan kepentingan jangka pendek. Itu sebabnya, pemimpin jarang melakukan investasi jangka panjang yang berakibat kepada pertumbuhan ekonomi tidak sustainable bahkan menghabiskan yang ada.
Dalam pandangan Rhenald Kasali, kemampuan dan keberanian Awang Faroek Ishak patut diacungi jempol yang mengubah haluan ekonomi Kalimantan Timur dari pertambangan menjadi pertanian dan agroindustri. “Hal ini merupakan langkah luar biasa karena mendukung prinsip ekosistem di mana alam dan manusia saling ketergantungan,” ujarnya.
Lewat tangan dinginnya, kata Rhenald Kasali, ditambah wibawa dan kepemimpinan Awang Faroek Ishak sukses membangunkan Kalimantan Timur yang dulunya dikenal sebagai raksasa tidur. Raksasa ini diartikan daerah Kaltim mempunyai sejumlah besar sumber daya alam yang melimpah dan pemerintah sebelumnya menilai berkah ini tak akan habis. Sedangkan, tidur diartikan sumber daya yang sedemikian besar ini belum dioptimalkan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.
Rhenald Kasali memberikan nilai positif kepada Awang Faroek yang mampu membangun Kalimantan Timur tanpa memiskinkan salah satu pihak. Jadi, tidak ada pihak yang dikalahkan dan semua berjalan beriringan misalkan pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, pendapatan masyarakat dan pemerataan pekerjaan. (Qayuum Amri)