JAKARTA, SAWIT INDONESIA – PalmOil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) meminta pemerintah melakukan revisi secara komprehensif terhadap Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Dalam aturan tersebut Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) harus mengikuti paradigma sustainability yang diadopsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yakni Sustainable Development Goals ( SDGs) yang diadopsi seluruh anggota PBB sejak tahun 2015 lalu.
Direktur Eksekutif PASPI Tungkot Sipayung mengatakan konsep sustainability SDGs adalah konsep sustainability relatif bukan sustainability absolut. Sementara ISPO yang ada saat ini menganut konsep sustainability absolut yakni sustainable atau unsustainable.
“Ini tidak realistis sehingga perlu dirubah ke konsep sustainability relatif yang realistis, objektif dan jujur. Sustainability absolut itu tak seorang pun tahu seperti apa yang absolut itu. Sustainability absolut hanya ada dalam text book, dunia teori dan tidak ada dalam dunia nyata. Realitas Pasar (konsumen) minyak sawit/ produk turunannya di seluruh dunia berbeda beda dalam menuntut derajat sustainability,” ujar Tungkot saat dihubungi, Selasa (26/9/2023).
Menurut dia, sederhananya, ada tiga kelompok negara atau masyarakat konsumen minyak sawit dunia berdasarkan tuntutan sustainability. Ada negara/masyarakat yang menuntut sustainability yang sangat ketat (strictly) seperti Uni Eropa (disebut pasar platinum).
Adapula negara- negara/masyarakat konsumen yang sama sekali tidak (lemah) menuntut sustainability minyak sawit yang penting harga murah (disebut pasar silver) seperti negara-negara berpendapatan rendah seperti di kawasan Afrika, Asia Selatan, Asia Tengah, dan lain-lain.
Kemudian ada sejumlah negara/masyarakat konsumen yang “tengah tengah” sudah menuntut sustainability moderat tapi juga menuntut harga murah (disebut pasar gold). (Indra G)