JAKARTA, SAWIT INDONESIA Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika meminta pemerintah berhati-hati dalam menindak lahan sawit yang masuk dalam kawasan hutan. Pasalnya, denda administratif tersebut dikhawatirkan bakal berdampak pada iklim usaha industri berbasis sawit. Menurut dia, industri berbasis sawit hilirisasinya sudah komplit dan juga kompleks.
“Tidak ada limbah, semuanya punya nilai ekonomi. Oleh karena iklimnya harus dijaga. Pelayanan publik harus memastikan iklim usaha itu berjalan dengan baik. Kalau bicara iklim usaha harus bicara kenyaman dan kepastian berusaha. Tadi tentu, apa yang didiskusikan, tentunya Ombudsman memotret seluruh regulasi, tadi sudah dijelaskan oleh Pak Bambang [Sekjen KLHK] sampai dasar hukum perhitungan tadi sudah dijelaskan. Tentunya semuanya memiliki dasar hukum,” ujarnya di Kantor Ombudsman, Selasa (31/10/2023).
Dia pun mengaku telah meminta KLHK untuk memitigasi risiko-risiko tersebut agar momentum Pemilu 2024 berjalan kondusif. Oleh karena itu, dia mengatakan adanya usulan penundaan penerapan aturan hingga peluang mekanisme cicilan untuk membayar denda bagi pelaku usaha.
Apalagi, lanjut Yeka, pelaku usaha maupun petani sawit telah bertubi-tubi mengalami banyak masalah menjalankan usahanya. Mulai dari disebabkannya wabah Covid-19 hingga kelangkaan minyak goreng yang berujung pelarangan ekspor.
“Sekarang pertanyaannya, uang dari mana, setelah mereka kena covid, kan kerugian bukan hanya itu kan, tapi dana-dana yang belum dibayar dari BPDPKS, ditambah pemeriksaan kejaksaan, mau pemilu biasa, persoalan itu uang dari mana?,” ungkap Yeka.
“Bukan dibebaskan [dari sanksi]. Pada intinya Ombudsman hanya ingin memastikan kenyamanan dan kepastian berusaha itu harus terjamin. Penerapan hukum juga terjamin,” tambah Yeka.
Lebih lanjut, Yeka juga khawatir jika beban administrasi pun akan dibebankan industri sawit kepada harga Tandan Buah Segar (TBS) petani yang kemungkinan besar menjadi anjlok hingga pasokan CPO maupun minyak goreng menjadi terganggu.
“Khawatirnya tolong dimitigasi, jangan-jangan ini dikonpensasi dengan turunnya harga TBS dan ini sekarang gejala ke arah sana, sudah nampak,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut 90 persen lahan sawit di kawasan hutan telah mengurus izinnya untuk pelepasan status kawasan hutan. Pemerintah sendiri tengah mengejar tenggat waktu penyelesaian izin kebun sawit dalam kawasan hutan hingga 2 November 2023 atau hari ini.
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono saat ini perizinan paling banyak datang dari lahan sawit di wilayah Kalimantan Tengah, mencapai 516.000 hektare. Diikuti oleh Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
“Banyak yang sudah masuk lagi, sehingga saya katakan 90 persen sudah selesai di 110A,” ujar Bambang.
Penulis: Indra Gunawan