• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Kamis, 2 Februari 2023
Trending
  • DLHK Riau Minta Perusahaan Siaga Karhutla
  • Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Sebagai Bentuk Komitmen Provinsi Sumatera Barat
  • Ibu Negara dan Oase-KIM Dukung Penguatan Pangan Nasional
  • GAPKI Bermanfaat Untuk Semua
  • Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT 2022 Lebihi Target
  • Akibat Banjir Panen TBS Tertunda
  • Gunakan BSF, Korindo Fasilitasi Pengolahan Limbah Organik Pertama di Indonesia
  • Era Baru BBN, Indonesia Siap Implementasikan B35
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Moratorium Lahan Gambut Perlu Ditinjau Kembali
Hot Issue

Moratorium Lahan Gambut Perlu Ditinjau Kembali

By RedaksiSeptember 3, 20144 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Berbagai kalangan meminta pemerintah segera mengevaluasi moratorium pemanfaatan lahan gambut yang telah berjalan selama satu tahun. Aturan ini tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.10/2011 mengenai Penundaan Penggunaan Lahan Hutan dan Gambut. Dan jika dampaknya tidak signifikan bagi Indonesia, maka pemerintah sebaiknya menghentikan program tersebut.

Petrus Gunarso, Direktur Program Tropenbos International untuk Indonesia dalam Diskusi Gambut mengatakan, pemerintah harus mengevaluasi moratorium pemanfaatan lahan gambut yang sudah hampir dua tahun berjalan. Dengan evaluasi tersebut, pemerintah bisa mengetahui persoalannya, termasuk apakah hibah yang Pemerintah Norwegia janjikan sudah terpenuhi.

Seperti diketahui sejak 2011 lalu Pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No.10/2011 mengenai Penundaan Penggunaan Lahan Hutan dan Gambut. Inpres ini merupakan tindak lanjut Nota Kesepahaman dengan Pemerintah Norwegia.

Dari hasil kajian Tropenbos, luas lahan gambut di Indonesia mencapai 20,96 juta hektare. Di Sumatera, dari total luas lahan sawit sebesar 4,74 juta hektare yang berada di lahan gambut hanya 1,39 juta hektare. Di Pulau Kalimantan dari 2,89 juta hektare hanya 307.514 ha perkebunan sawit yang berada di lahan gambut. Begitu juga di Papua hanya 1.727 ha dari total 85.349 ha perkebunan sawit yang ada di lahan gambut.

Baca juga :   Pesan Bang GM : Next Pemimpin GAPKI, Saling Menjaga Harus Dilanjutkan

“Yang menjadi pertanyaan moratorium ini untuk kepentingan dunia atau Indonesia. Sampai kapan ini berjalan, lalu apakah Indonesia Indonesia sudah memperoleh kompensasi?” kata dia.

Supiandi Sabiham, Guru Besar Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor menegaskan, moratorium gambut untuk usaha perkebunan sebaiknya cukup dua tahun saja karena Indonesia sudah berkomitmen dengan Norwegia. Selanjutnya, Indonesia tidak perlu meneruskan kebijakan tersebut karena lebih banyak mudharatnya ketimbang kebaikannya. Bahkan hingga kini perkebunan sawit yang berada di lahan gambut ternyata produktivitasnya tetap baik.

Berdasarkan perhitungan, biaya pemanfaatan lahan gambut untuk kelapa sawit hanya Rp 5.656.531 per hektare, sementara keuntungan yang diperoleh mencapai Rp 15.076.938 per hektare. Selain itu, kata Supiandi, kelapa sawit mampu mampu menyerap CO2 yang berasal dari emisi C untuk pembentukan biomass tanaman. “Sementara dari sisi produksi tandan buah segar (TBS) sawit yang dicapai berkisar antara 18 – 20 ton hektare per tahun untuk tanaman berumur 10-15 tahun,” tambahnya.

Luas lahan gambut yang sesuai dengan persyaratan teknis untuk sektor pertanian sekitar 9 juta hektare dari luas lahan gambut keseluruhan sekitar 15 juta hektare. “Sementara yang sudah dibuka dan dikembangkan baru sekitar 0,5 juta hektare untuk pertanian tanaman pangan dan 1,2 juta hektare untuk

Baca juga :   Kabar Buruk, Harga TBS Sawit Jambi Turun Menjadi Rp 2.483,91/Kg Periode 27 Januari -2 Februari 2023

perkebunan kelapa sawit,” papar Supiandi.
Hal senada dikatakan oleh Winarna, Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), menjelaskan potensi kelapa sawit pada berbagai tipe gambut cukup tinggi, walaupun variasi produksi cukup lebar, 12 – 27 ton TBS per hektare per tahun. Sedangkan rata-rata rendemen minyak berkisar 21-23% (2% lebih rendah dari tanah mineral).

Winarna menambahkan prospek lahan gambut untuk kelapa sawit ke depan akan makin banyak pembangunan kelapa sawit di areal tersebut lantaran tanaman kelapa sawit toleran terhadap sifat-sifat gambut.

Diperkirakan hingga tahun 2010 sekitar 20 juta ha lahan gambut di Indonesia yang tersebar utamanya di Sumatera dan Kalimantan sudah diusahakan untuk budidaya kelapa sawit mencapai sekitar 700 – 800 ribu ha dari total luas kelapa sawit Indonesia 7,8 juta ha. “Dimana luasan pengembangan kelapa sawi terbesar ada di wilayah Sumatera,” ujar Winarna.

Sehingga keputusan moratorium yang pemerintah ambil berdasarkan akumulasi data dari metode penelitian yang berbeda-beda. Akibatnya emisi karbon yang dihasilkan dari perkebunan sawit menjadi sangat besar. Padahal lahan gambut tidak sepenuhnya sebagai sumber utama emisi karbon dari hasil proses dekomposisi bahan organik.

Baca juga :   Berkat Program B30, Devisa Negara Hemat Sampai Rp 122,6 Triliun

Diakui, pro kontra pemanfaatan lahan gambut telah berlangsung lama yakni sejak pencanangan Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) tahun 1969. Perbedaan cara pandang terhadap lahan gambut ini menjadi lebih berkembang setelah ada tuduhan bahwa lahan gambut telah menjadi salah satu sumber emisi karbon terbesar di Indonesia.
Pihak penentang menyatakan pemanfaatan lahan gambut mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan (dari emisi karbon) lebih besar dari positifnya untuk masyarakat. Pendapat mereka didasarkan pada simpanan karbon dalam lahan gambut sangat besar, yaitu berada pada kisaran 200-300 ton carbon/ha.

Sementara laporan lainnya menyimpulkan kehilangan karbon rata-rata dalam 25 tahun terakhir sebagai akibat pembukaan lahan gambut untuk pertanian dengan cara didrainase sekitar 100 ton/ha/tahun. Argumentasi penghitungan kehilangan karbon berdasarkan dari hasil pengukuran subsiden lahan gambut yang dianggap sebagai kehilangan karbon organik. “Perhitungan emisi ini terlalu dibesar-besar. Karena itu, mereka menuntut pemanfaatan lahan gambut di Indonesia untuk pertanian harus dihentikan.” tukasnya. (bebe)

Related posts:

  1. Membedah Poros Sawit Indonesia-Malaysia
  2. Tahun Depan, Sektor Hilir Lebih Menarik
  3. Prof. Chairil Anwar Siregar, Peneliti Pusat Litbang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Membantah Mitos Deforestasi Sawit
  4. Dunia Tetap Butuh Sawit
kelapa sawit sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Sikapi Statement Surya Darmadi, Guru Besar IPB: Tidak Benar HGU Terbit, Setelah Sawit Ditanam

22 jam ago Berita Terbaru

Aprobi Jamin Pasokan Biodiesel Untuk Mandatori B35

1 hari ago Berita Terbaru

Menko Airlangga Tegaskan Mandatori B35 Tidak Ganggu Pasokan Minyak Goreng

1 hari ago Berita Terbaru

Berkat Program B30, Devisa Negara Hemat Sampai Rp 122,6 Triliun

2 hari ago Berita Terbaru

Gunakan B35, Isuzu Berikan 3 Tips Perawatan Kendaraan

2 hari ago Berita Terbaru

Pesan Bang GM : Next Pemimpin GAPKI, Saling Menjaga Harus Dilanjutkan

3 hari ago Berita Terbaru

Stok Minyakita Menipis, Zulhas Jadikan Rasio DMO 1:6

3 hari ago Berita Terbaru

Erick Thohir: Pabrik Minyak Makan Merah Sejahterakan Petani Sawit

5 hari ago Berita Terbaru

Kabar Buruk, Harga TBS Sawit Jambi Turun Menjadi Rp 2.483,91/Kg Periode 27 Januari -2 Februari 2023

7 hari ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru
Edisi Terbaru

Cover Majalah Sawit Indonesia, Edisi 135

Redaksi SI3 hari ago1 Min Read
Event
Event

Talkshow Sawit Indonesia Award 2022

Redaksi2 bulan ago1 Min Read
Latest Post

DLHK Riau Minta Perusahaan Siaga Karhutla

37 menit ago

Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Sebagai Bentuk Komitmen Provinsi Sumatera Barat

2 jam ago

Ibu Negara dan Oase-KIM Dukung Penguatan Pangan Nasional

3 jam ago

GAPKI Bermanfaat Untuk Semua

4 jam ago

Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT 2022 Lebihi Target

5 jam ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Go to mobile version