• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Thursday, 30 March 2023
Trending
  • Ekonomi Digital Kian Mengalami Perkembangan yang Pesat
  • PIS Turut Dampingi KNKT dan KLHK, Dukung Investigasi dan Mitigasi Kapal MT Kristin
  • Tinjau Pasar Tramo, Presiden Cek Harga Kebutuhan Pokok
  • Pemenuhan Kebutuhan Listrik Masyarakat Pedalaman
  • Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Satu Menggelar Bazar UMKM di Sejumlah Wilayah
  • Komisi VII DPR RI menerima Kedutaan Besar Amerika Serikat Bahas Energi Baru dan Energi Terbarukan
  • Petani Sawit Demo Kedubes Uni Eropa, Sampaikan 5 Tuntutan
  • Genome Editing Memiliki Potensi Besar Dalam Ketahanan Pangan
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Menagih Janji Pembeli Cspo
Tata Kelola

Menagih Janji Pembeli Cspo

By RedaksiSeptember 18, 20145 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Kerja keras produsen sawit yang mengantongi Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) belum dihargai. Pembelian CSPO masih sedikit diserap kalangan manufaktur dan retailer. Hal ini menjadikan harga premium masih di awang-awang. Kredibilitas RSPO sebagai lembaga dipertaruhkan.

Laporan Palm Oil Scorecard World Wild Fund (WWF) pada 2013 menunjukkan penyerapan minyak sawit bersertifikat masih jauh tertinggal dari produksinya. Hal ini menunjukkan lemahnya komitmen dari perusahaan anggota RSPO seperti manufaktur, trader, dan retailer. Adam Harrison, WWF Palm Oil Lead, mengatakan untuk pertama kalinya survei WWF ditujukan pula kepada perusahaan Amerika, sebagian besar Uni Eropa, Australia, dan Asia. Survei scorecard dilakukan kepada 130 perusahaan dari berbagai sektor.

WWF mencatat 45 dari 130 perusahaan telah menggunakan 100% CSPO, dimana total penyerapan CSPO sudah sekitar 2 juta ton untuk satu tahun. Kalau dilihat dari permintaan CSPO yang sebesar 7 juta ton per tahun, artinya masih jauh dari harapan.

“ Sementara ini, kami melaporkan sudah ada kemajuan oleh banyak perusahaan. Benar bahwa permintaan untuk minyak sawit lestari bersertifikat tertinggal signifikan dari jumlah pasokannya. Lewat palm oil scorecard, kita dapat melihat perusahaan mana yang tidak melakukan perubahan,” ujar Adam Harrison dalam rilis yang diterima SAWIT INDONESIA.

Dalam laporan palm oil scorecard WWF telah disurvei 52 perusahaan retailer. Dari jumlah kebutuhan CPO 475.335 ton di sektor ini pada kenyataannya pemakaian CSPO mencapai 52% atau sekitar 247.898 ton. Di tahun ini, baru 36 perusahaan dari 52 perusahaan retailer menyatakan komitmennya untuk pemakaian CSPO hingga 100% pada 2015. Dua perusahaan yaitu IKEA dan REWE Group menempati skor tertinggi yang telah mencapai penggunaan CSPO sebanyak 100%.

Baca juga :   Petani Sawit Demo Kedubes Uni Eropa, Sampaikan 5 Tuntutan

Untuk sektor manufaktur/trader, WWF mensurvei 78 perusahaan yang memiliki kebutuhan 6,4 juta ton CPO. Empat perusahaan menempati ranking teratas yaitu Unilever, Ferrero Trading, United Biscuit, dan Ecover. Dengan pertimbangan, keempat perusahaan bukan hanya berkomitmen membeli CSPO melainkan sudah memenuhi kriteria perubahan iklim dalam rantai suplai minyak sawitnya. Total penggunaan CSPO di sektor manufaktur, processor/trader mencapai 48% atau 3,09 juta ton.

Minimnya penyerapan CSPO ini berdampak kepada rendahnya harga premium yang diperoleh kalangan pekebun atau growers. Dari data Greenpalm, penyedia jasa pembelian CSPO dengan model book and claim, harga premium yang didapatkan pembeli baru sekitar US$ 2 per ton. Nilai ini jelas tidak sebanding dengan biaya audit yang mencapai rata-rata US$ 25 per hektare.

Beberapa waktu lalu, Ida Bagus Mayun, Coordinator Sustainability PT Sarana Inti Pratama, mengakui biaya sertifikasi yang ditanggung perusahaan sangatlah tinggi karena mesti mengikuti RSPO, dan sekarang wajib audit ISPO. Biaya ini dapat meliputi audit, surveillance, dan termasuk keanggotaan. “Total tiap tahun anggaran buat sertifikasi saja dapat mencapai lebih Rp 200 juta,” ujar Ida Bagus Mayun.

Togar Sitanggang, Manager Senior Musim Mas Grup, mengakui harga CSPO ini tetap dihargai sama dengan harga CPO yang belum bersertifikat. “Mestinya, perlu dipertanyakan komitmen pembeli untuk memberikan harga premium,” keluh Togar.

Baca juga :   BPDPKS Dukung Harga Acuan CPO

Untuk mendukung market CSPO oleh supply chain, RSPO juga memiliki trademark yang berguna untuk tracking dari mana CSPO tersebut berasal. Model trademark ini ditempelkan pada produk akhir yang dikonsumsi pembeli. Trademark tersebut disempurnakan dengan mekanisme e-trade yang berguna bagi pembeli untuk melacak dari pabrik dan perkebunan mana CSPO tersebut diproduksi. Tercatat, sudah ada 129 perusahaan yang telah memiliki trademark RSPO, dan lima diantaranya berasal dari Indonesia.

Edi Suhardi, Vice President II RSPO menambahkan pasar CSPO akan semakin terbuka lebar khususnya dengan adanya kewajiban impor CSPO di Uni Eropa. Sudah ada lima negara di Uni Eropa yang berkomitmen menggunakan produk CSPO pada 2015. Antara lain Belanda, Jerman, Inggris, Belgia, dan Prancis sebagai pasar potensial penyerapan CSPO yang akan digunakan bagi industri biofuel.

Tetapi, pasar Eropa secara keseluruhan diperkirakan belum mampu menyerap produk CSPO secara massif. Kontribusi Uni Eropa diperkirakan berkontribusi 12%-13 % konsumsi dari total konsumsi CPO dunia. Sementara Amerika dan Australia juga masih relatif kecil mengkonsumsi CPO.

“Walaupun digabungkan ketiga benua tadi Eropa, Amerika, dan Australia belum bisa menyerap 100% dari total CPO yang dihasilkan produsen. Oleh karena itu, pasar India, Indonesia, dan Cina juga pasar yang potensial dan penting untuk diadvokasi mengenai minyak sawit yang berkelanjutan ini,” imbuh Desi.

KREDIBILITAS DIGUGAT

Dalam RT11 yang digelar tahun ini, isu keluarnya Malaysian Palm Oil Association (MPOA) dari keanggotaan Roundtable and Sustainable Palm Oil (RSPO) kembali mencuat. Meskipun, wacana ini bukanlah hal baru tetapi sikap resmi MPOA tak kunjung terlihat.

Baca juga :   Industri Hilir Sawit Minta Dukungan Pemerintah

Ketua Eksekutif MPOA Makhdzir Mardan menyatakan ada proses untuk keluar dari RSPO tetapi ini sifatnya harus inklusif dan dibuat konsensus. Ke depan, pihaknya tidak ingin menggantungkan masa depan kepada pihak lain. Oleh karena itu, MPOA berencana meluncurkan Malaysia Sustainable Palm Oil (MSPO). Nantinya, prinsip sawit berkelanjuta ini akan dijadikan cikal bakal ASEAN sustainable palm oil yang beranggotakan negara produsen minyak sawit, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Myanmar.
Bungaran Saragih, Penasehat RSPO mengungkapkan rencana keluarnya MPOA dari RSPO tidak akan punya pengaruh besar karena mereka sendiri yang akan merugi, akibat hilangnya Uni pasar Eropa. Pasar Eropa diakui sangatlah ketat tetapi mereka termasuk konsumen yang teratur.

“Saat ini, Eropa termasuk pasar minyak sawit utama di dunia bersama dengan Cina. Bisa dikatakan, produsen sawit akan bergantung kepada Uni Eropa,” katanya.
Asmar Arsyad, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, menyayangkan kredibilitas RSPO yang telah diragukan akibat hengkangnya asosiasi sawit Indonesia yaitu Gapki. Apalagi ditambah dengan rencana dari MPOA yang akan mundur dari RSPO juga. Keluarnya MPOA dari RSPO tidak mengherankan lantaran janji yang tidak terpenuhi seperti belum adanya harga premium minyak sawit. Di sisi lain, butuh biaya besar untuk memperoleh sertifikat RSPO. (Anggar Septiadi/Qayuum)

kelapa sawit sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Petani Sawit Demo Kedubes Uni Eropa, Sampaikan 5 Tuntutan

15 hours ago Berita Terbaru

Industri Hilir Sawit Minta Dukungan Pemerintah

1 day ago Berita Terbaru

BPDPKS Dukung Harga Acuan CPO

2 days ago Berita Terbaru

Petani Sawit Turun ke Jalan, Protes Kebijakan Uni Eropa

3 days ago Berita Terbaru

Anak Petani Sawit: KLHK Jangan Sewenang-Wenang dalam Urusan Kawasan Hutan

6 days ago Berita Terbaru

BPDPKS dan Majalah Sawit Indonesia Promosikan Sawit Sehat Kepada 145 UKMK Solo

1 week ago Berita Terbaru

CPOPC Bersama Perusahaan Indonesia Dan Malaysia Bantu Petani Sawit Honduras

1 week ago Berita Terbaru

APKASINDO : Tuduhan Pepsico dan Campina, Lukai Petani Sawit

2 weeks ago Berita Terbaru

Apresiasi IOPC 2022, Erick Thohir: Sawit Solusi Bagi Krisis Pangan dan Energi

2 weeks ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Majalah Sawit Indonesia Edisi 136

Edisi Terbaru 1 month ago2 Mins Read
Event

Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan Sehat UKMK Serta Masyarakat

Event 1 week ago1 Min Read
Latest Post

Ekonomi Digital Kian Mengalami Perkembangan yang Pesat

10 hours ago

PIS Turut Dampingi KNKT dan KLHK, Dukung Investigasi dan Mitigasi Kapal MT Kristin

11 hours ago

Tinjau Pasar Tramo, Presiden Cek Harga Kebutuhan Pokok

12 hours ago

Pemenuhan Kebutuhan Listrik Masyarakat Pedalaman

13 hours ago

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Satu Menggelar Bazar UMKM di Sejumlah Wilayah

14 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Go to mobile version