JAKARTA, SAWIT INDONESIA – PT PP London Sumatera Indonesia Tbk menyatakan mundur dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Pernyataan resmi perusahaan diungkapkan melalui surat bernomor 05/ECSR-JKT/I/2019 yang ditujukan kepada Darrel Webber, CEO RSPO. Pasalnya, kebijakan RSPO dinilai sebelah dan tidak realistis terhadap perusahaan.
“Kami sudah menyatakan diri (mundur), masih menunggu tanggapan RSPO,”kata Benny Tjoeng, Presiden Direktur PT PP Lonsum Tbk, kepada sawitindonesia.com melalui layanan pesan singkat.
Mengapa Lonsum mundur dari RSPO? Dalam surat resmi yang dipublikasikan di situs perusahaan dijelaskan bahwa keputusan ini diambil karena kecewa dengan proses dan keputusan sidang panel pengaduan (complaints panel). Selain itu, perusahaan juga tidak setuju dengan hasil temuan verifikasi independen RSPO yang berlangsung pada 4-7 Juni 2018. Tercatat, ada 23 temuan yang berkaitan kondisi pekerja beserta gaji mereka, kondisi kerja, kesehatan serta keselamatan pekerja, pekerja wanita dan pekerja anak.
Sidang panel RSPO dinilai berat sebelah karena tidak mengabaikan proses komunikasi yang diajukan pihak perusahaan. Surat RSPO yang ditujukan kepada Lonsum pada 15 Januari 2019 dinilai tidak realistis karena mewajibkan Lonsum mengirimkan rencana aksinya dalam jangka waktu tiga hari kerja.
“Hal ini sangatlah tidak mungkin bagi kami untuk mengerjakannya,” kata Muhammad Waras Group Head of Sustainability PT PP Lonsum Indonesia Tbk dalam surat perusahaan kepada RSPO tersebut.
Untuk itu, perusahaan memilih mundur dari RSPO. Untuk selanjutnya berkonsentrasi menjalankan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang wajib dijalankan perusahaan sawit di Indonesia. Langkah perusahaan ini sejalan dengan keputusan GAPKI yang menyatakan mundur dari RSPO pada 2011.
Sebagai informasi bahwa semenjak tahun lalu, RSPO melakuan audit penuh kepada semua unit usaha Lonsum yang bersertifikat RSPO, serta menangguhkan sertifikat RSPO yang telah diterbitkan.
Keputusan RSPO menjatuhkan sanksi kepada Lonsum berawal dari laporan tiga NGO yaitu Rainforest Action Network (RAN), International Labour Rights Forum (ILRF) dan Organisasi Penguatan dan Pengembangan Usaha-Usaha Kerakyatan (OPPUK).
Ketiga NGO ini melakukan investigasi terkait pelanggaran kepada pekerja di perkebunan Lonsum. Judul laporan ini adalah ”The Human Cost of Conflict Palm Oil: Indofood, PepsiCo’s Hidden Link to Worker Exploitation in Indonesia.”