JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang mengadakan penelitian mengenai platform Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) di lapangan. Jika benar terbukti menjalankan praktik kartel, anggota IPOP terancama denda Rp 25 miliar sampai pencabutan izin usaha.
Syarkawi Rauf, Ketua KPPU, dalam sambungan telepon, pada Senin (2/5), mengatakan tidak boleh ada pelaku usaha yang menetapkan standar sendiri di atas regulasi. Apalagi sifat standar itu menghambat kegiatan usaha petani dan pengusaha lain. “Yang harus diingat anggota IPOP ini kelompok perusahaan kelapa sawit dengan pangsa pasar sangat besar,” jelasnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 mengenai Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat di Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa perusahaan yang menjalankan praktek kartel bisa dijatuhkan denda Rp 25 miliar.
Syarkawi menyebutkan IPOP standar lebih ketat dibandingkan kriteria Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menjadi kesepakatan pemerintah. Sedangkan, IPOP ini menjadi kesepakatan pelaku usaha.
“Kalau IPOP ini kesepakatan pelaku usaha lalu menciptakan hambatan usaha lain bagi pelaku usaha lain di industri dan perkebunan sawit. Inilah yang bisa mengarah kepada praktek kartel. Itulah kami sedang lakukan penelitian. Investigator kami sedang menelitinya,” ujar Syarkawi.
Perusahaan sawit yang menjadi anggota IPOP telah dipanggil oleh KPPU. Kendati demikian, Syarkawi enggan memberikan nama perusahaan tersebut.
Khudori, Pengamat Pertanian, meminta pemerintah supaya mengawasi implementasi IPOP. Pasalnya, persaingan usaha tidak sehat bisa terjadi karena penolakan anggota IPOP untuk menerima TBS dari petani sawit ataupun CPO BUMN dan perusahaan lain.
IPOP adalah kesepakatan dan ikrar empat perusahaan besar kelapa sawit yaitu Golden Agri Resources, Wilmar, Asian Agri, dan Cargill pada Konferensi Perubahan Iklim bulan September 2014 di New York. Ikrar ini menghasilkan sejumlah kesepakatan tata kelola sawit seperti kebun bebas deforestasi, kebun sawit tidak di lahan stok karbon tinggi, dan larangan menerima TBS/CPO dari kebun sawit hasil deforestasi, lahan gambut, dan HCS. (Qayuum Amri)