Perkembangan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) menunjukkan perkembangan positif. Hingga 4 September 2018, Komisi ISPO menerbitkan 413 sertifikat.
“Keberterimaan ISPO dalam dua tahun terakhir semakin baik. Selain itu, dari tim ISPO terus bekerja keras demi praktik sawit berkelanjutan,”kata Aziz Hidayat, Kepala Sekretariat Komisi ISPO.
Dari data Sekretariat Komisi ISPO, jumlah pelaku usaha yang mengajukan sertifikasi ISPO sebanyak 659 peserta. Terdiri dari 648 perusahaan, 7 KUD/KSU kebun plasma, 1 (satu) Bumdes, 3 koperasi/asosiasi pekebun swadaya. Dari jumlah tadi, Laporan Hasil Akhir diterima Sekretariat Komisi ISPO sampai Agustus 2018 berjumlah 525 laporan. Selanjutnya sudah terverifikasi berjumlah 483 laporan. Setelahnya, Komisi telah menerbitkan sertifikasi ISPO sebanyak 413 sertifikat.
Kendati demikian, masih ada 33 sertifikat yang ditunda pengesahannya. Penundaan ini, kata Aziz, karena lahan belum clean and clear lantaran persoalan HGU, pelepasan kawasan hutan, sengketa lahan, kebun pemasok belum sertifikat ISPO, perubahan IUP, izin pembangunan, dan izin pemanfaatan limbah cair).
Menurut Aziz tim penilai ISPO bekerja independen dan tidak memihak. Itu sebabnya, penilaian sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi Komite Akreditasi Nasional dan mendapatkan persetujuan Komisi ISPO.
Saat ini, ISPO telah memberikan pengakuan kepada 15 lembaga sertifikasi dan mengakui 1.445 auditor, 8 lembaga konsultan, dan satu lembaga penyelenggaraan pelatihan auditor ISPO.
ISPO juga berjalan mengikuti sistem lembaga internasional yaitu International Organization for Standardization. (ISO). Komisi ISPO, kata Azis, juga berkoordinasi dengan pihak Badan Standardisasi Nasional dan Komite Akreditasi Nasional.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi menjelaskan kendala yang dihadapi pelaku perkebunan sawit yang belum mengantongi sertifikat standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Kendala paling sering dihadapi berkaitan dengan aspek legalitas lahan.
“Sebab (Pelaku usaha perkebunan sawit) wajib punya izin perkebunan dan hak atas tanah sebagai salah satu persyaratan wajib untuk dapat menjalankan usaha di bidang perkebunan,” jelas Dedi dalam forum terpisah.
Oleh karena itu, Dedi mengharapkan semakin banyak pengusaha sawit berkomitmen mengurus legalitas usahanya untuk emperoleh sertifikat ISPO yang penting bagi produk sawit Indonesia, terutama dalam persaingan memasuki pasar global.
Koleksi Data Perkebunan
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian sedang mengembangkan Sistem Database Pekebun yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Perkebunan. Caranya membangun data pekebun yang utuh dan terintegrasi untuk mempercepat pencapaian berbagai program pemerintah dalam mendukung perbaikan tatakelola perkebunan pekebun khususnya penerbitan Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STD-B), Peremajaan tanaman (Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun atau PKSP), dan Sertifikasi ISPO .
Untuk tahap awal, data yang dihimpun adalah data pekebun kelapa sawit hal ini sesuai rencana dan strategi Direktorat Jenderal Perkebunan 2015-2019 dimana Kelapa sawit merupakan komoditi prioritas yang dikembangkan dan dilaksanakan melalui pengembangan kelapa sawit berkelanjutan.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Bambang, menuturkan dengan adanya sistem database terpadu ini, kita dapat memberdayakan pekebun secara lebih menyeluruh untuk memastikan pengelolaan perkebunan yang lebih berkelanjutan.