Supaya diterima pasar Uni Eropa, Komisi ISPO akan menerapkan penghitungan emisi Gas Rumah Kaca di dalam indikator penilaian sertifikasi. Langkah konkrit mewujudkan produk sawit berkelanjutan.
Guna mempercepat implementasi ISPO, akhir Maret lalu Kementerian Pertanian kembali merilis Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 11 tahun 2015 mengenai implementasi ISPOmenggantikan peraturan sebelumnya yaitu Permentan no 19 tahun 2011 tentang hal serupa.
Komisi ISPO saat ini sedang membuat prinsip dan kriteria sertifikasi bagi petani baik plasma maupun swadaya. Meski demikian sertifikat yang mampu didapatkan petani, khususnya petani swadaya hanya bisa didapatkan atas nama kelompok tani bukan perorangan. Sedangkan untuk petani plasma sertifikat mampu diberikan atas nama perusahaan inti.
“Sebelum petani mengajukan sertifikasi ISPO, mereka harus mengisi surat kesanggupan surat kesanggupan budidaya berkelanjutan untuk menilai agar terlihat komitmennya terhadap industrsi sawit yang berkelanjutan,” kata Rosediana Suharto, Direktur Komisi ISPO dalam acara Sosialisasi Permentan no 11 tahun 2015, Jumat (13/6) di Hotel Bidakara, Jakarta.
Surat kesanggupan ini merupakan salah satu dari empat kriteria yang ditentukan dalam Permentan No.11/2015 mengenai pengajuan sertifikasi ISPO oleh petani swadaya. Misalnya dalam hal penggunaan benih, petani swadaya diberi kesempatan untuk tetap memelihara tanamannya jika ketika mendapatkan sertifikat ISPO petani menggunakan benih yang tidak memenuhi persyaratan. Namun setelah replanting petani wajib menanam dengan benih yang direkomendasikan pemerintah.
Sedangkan tiga kriteria lainnya adalah soal legalitas kebun, organisasi yang menaungi, serta pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Meski pun tak serumit sertifikasi ISPO untuk perusahaan, Rosediana mengatakan sertifikasi ISPO bagi petani bukan sebuah kewajiban tapi sukarela.
“Walaupun sukarela kami tentunya akan mendorong para petani untuk mendapatkan sertifikat ISPO, kami akan mendorong secara bertahap dan memiliki target pada 2020 petani yang telah tersertifikasi komposisinya 70 berbanding 30 dengan yang belum tersertifikasi,” kata Rosediana.
Karim Husein, Koordinator bidang sertifikasi Komisi ISPO mengatakan ada beberapa keuntungan yang akan didapat petani setelah memiliki sertifikat ISPO secara tidak langsung. Misalnya adalah soal kepastian penjualan TBS.
“Memang tidak ada insentif langsung terhadap petani yang mendapatkan sertifikat ISPO namun petani nanti akan memiliki MoU dengan PKS mengenai kepastian pasokan TBS, karena PKS yang telah mendapatkan sertifikat ISPO pun harus didorong untuk mendapatkan pasokan TBS dari sumber yang sustainable juga.,” jelas Karim pada kesempatan yang sama.
(Lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi Juni-Juli 2015)