JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Terbitnya regulasi pencabutan izin konsesi di kawasan hutan semakin ramai diperbincangkan sepekan terakhir. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus berhati-hati dalam pengambilan putusan supaya tidak berdampak luas dari aspek sosial, ekonomi dan kamtibmas.
“Hiruk pikuk pencabutan izin perkebunan sawit melalui Kepmen LHK Nomor 01 Tahun 2022 berpotensi menambah beban negara terutama dalam situasi pandemi. Masalah ini akan menjadi beban berat apabila tidak cepat diselesaikan dengan dasar dan konsep sebagaimana keinginan Pak Jokowi,” ujar Dr. Muhammad Nurul Huda, SH.,MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, dalam perbincangan melalui telepon.
Ia sepakat dengan kebijakan pencabutan izin bagi HGU (Hak Guna Usaha) yang tidak aktif dan terlantar. Namun kementerian teknis terkait harus memetakan lebih teliti mana HGU yang aktif dan mana yang benar-benar ditelantarkan.
“Yang menjadi pertanyaan, adanya izin HGU yang masuk kelompok aktif tapi ikut dicabut. Jika tidak aktif sudah pasti clear dan tidak akan bergejolak. Berbeda dengan HGU aktif namun masuk list pencabutan. Tentu saja akan ada dampaknya kepada karyawan dan efek domino lainnya harus diperhitungkan hati-hati”, ujar Dr Nurul Huda yang juga menjabat Dewan Pakar DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).
Agar kebijakan ini tidak menjadi blunder, Nurul Huda mengusulkan lima rekomendasi untuk menjadi pertimbangan. Pertama, jika izin lahan kawasan hutan sudah dicabut maka HGU otomatis gugur. Sebab, HGU ini dapat terbit setelah keluarnya izin KLHK. Jika dicabut, lahan tersebut otomatis kembali ke negara sebagai regulator.
“Sebelum serah terima ke negara maka harus dicatat hasil panennya sejak SK pencabutan diterbitkan (jika kebunnya sudah panen),” urainya.
Kedua, KLHK harus gerak cepat membuat road map dari kelanjutan pencabutan izin tersebut dan wajib memperhatikan masyarakat setempat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SK KLHK tersebut.
Ketiga, KLHK diminta bekerjasama dengan pemda setempat untuk menentukan secara riil tapal batas izin yang dicabut sesuai dengan SK awal pelepasan kawasan hutan di lokasi izin yang dicabut.
Keempat, pemerintah harus mengantisipasi kemungkinan “chaos” (kerusuhan dan penjarahan) di lokasi perkebunan pasca pencabutan izin.
“Saran berikutnya adalah KLHK jangan menjadi tempat transit atas izin yang dicabut. Jangan nanti tiba-tiba sudah muncul investor baru. Harus transparan,” tegas Nurul Huda yang meraih gelar Doktor Hukum Pidana di Universitas Negeri Sebelas Maret.
Menurutnya, kebijakan Presiden Joko Widodo sangatlah baik dalam rangka mencapai keadilan kepemilikan lahan dan redistribusi tanah terlantar yang tidak produktif. Tentu saja, kementerian teknis seperti KLHK harus kerja keras dan teliti dalam menerjemahkan niat presiden.
“Kementerian KLHK harus move on dari penilaian negatif selama ini. Ingat visi misi itu adalah Presiden dan KLHK harus mensukseskannya. Bukan membuat visi misi sendiri,” ujar Nurul Huda mengakhiri perbincangan.