JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menyatakan komitmennya mendukung peningkatan produktivitas sektor pangan sekaligus mensejahterakan para petani selaku aktor utama dalam mencapai ketahanan pangan nasional.
“Upaya Indonesia mencapai ketahanan pangan mesti disokong oleh kesejahteraan petani yang baik pula,” ungkap Ketua Umum KADIN Indonesia, Rosan P. Roeslani di Jakarta, Kamis (6 Maret 2018) dalam rilis yang diterima redaksi.
Guna mewujudkan ketahanan pangan nasional, KADIN melalui Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan, Bidang Pengolahan Makanan dan Industri Peternakan, serta Bidang Kelautan dan Perikanan memprakarsai Jakarta Food Security Summit ke 4 (JFSS 4) yang akan berlangsung pada 8-9 Maret 2018 di Jakarta Convention Center (JCC).
“Pada JFFS yang tahun ini memasuki penyelenggaraan ke empat, kita coba menyelaraskan upaya lintas pemangku kepentingan dalam meningkatkan produksi, nilai tambah serta daya saing komoditas pangan nasional yang telah dilakukan dalam gelaran sebelumnya, ke skala yang lebih besar dan menyeluruh,” ungkap Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan Franky O. Widjaja.
JFSS sejak awal dimaksudkan sebagai wadah dimana sektor swasta, bersama pemerintah, organisasi masyarakat sipil, badan internasional, kalangan akademik dan tentunya para petani, dapat bersinergi meningkatkan produktivitas pangan nasional, beriringan dengan meningkatkan kesejahteraan para petani sekaligus praktik pertanian yang semakin efisien dan ramah lingkungan.
Mengangkat tema Pemerataan Ekonomi Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan Melalui Kebijakan dan Kemitraan, menurut Franky JFSS 4 akan fokus pada sejumlah hal, antara lain akses terhadap lahan pertanian, dimana petani diharapkan memiliki akses yang legal terhadap lahan, sesuai dengan skala ekonomi mereka.
Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Pengolahan Makanan dan Industri Peternakan Juan Permata Adoe mengatakan, pengembangan komoditas pangan diharapkan dapat berlangsung berdasarkan klasterisasi, juga zonasi.
Selain itu, katanya, dukungan pendanaan berkesinambungan dijembatani melalui penerapan skema inovasi pembiayaan yang membuka akses bagi para petani, peternak dan nelayan guna mendapatkan pemodalan baik dari perbankan maupun lembaga keuangan non-bank. Upaya tersebut membutuhkan hadirnya lembaga yang mampu menjalankan peran selaku pendamping dalam pengelolaan produksi dan distribusi hasil pangan, berikut pelaksana penyaluran pembiayaan.
Penerapan skema closed-loop atau rantai kemitraan terintegrasi yang menghubungkan petani, koperasi, perusahaan selaku pembeli yang menyerap komoditas pangan (offtaker) sekaligus penjamin pendanaan (avalis) dan perbankan, dapat menjadi salah satu solusinya.
Skema ini sebelumnya banyak dipraktikkan pada sektor perkebunan sawit, dimana para pekebun menggarap lahan bersertifikat dan legal, yang memungkinkan mereka mengagunkannya untuk menjaring kredit dengan bunga terjangkau.
Dengan ketersediaan pendanaan, para pekebun mampu membeli dan menggunakan bibit unggul bersertifikat, sehingga produktivitas mereka turut naik, terlebih mereka juga mendapatkan pendampingan guna menjalankan praktik agribisnis terbaik. Koperasi akan berperan sentral selaku lembaga berbadan hukum yang mewadahi seluruh interaksi para pihak tadi.
“Sejumlah koperasi berhasil direvitalisasi peran dan akuntabilitasnya sehingga mampu menjalankan peran sebagai lembaga yang merekat petani, pemodal, pembeli dan juga pemerintah. Capaian ini kami coba perluas jangkauannya,” kata Franky.
Senada, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengatakan, selain mendorong akses perbankan bagi nelayan dan pengusaha, pihaknya juga tengah mendorong penguatan organisasi koperasi nelayan dan pembudidaya ikan untuk optimalisasi produksi perikanan budidaya nasional dan produksi perikanan tangkap.
“Kemudahan kredit dari perbankan juga penguatan koperasi nelayan akan sangat bermanfaat untuk mengoptimalkan produksi sektor kelautan dan perikanan,” pungkasnya.
Juan Permata Adoe menambahkan, JFSS dihadiri oleh tak kurang dari 1.000 peserta mewakili negara sahabat, badan internasional diantaranya Food and Agriculture Organization, International Fund for Agricultural Development, perusahaan nasional juga multinasional, organisasi masyarakat sipil, peneliti serta kalangan akademik, dan sudah tentu para petani serta pegiat koperasi.
Peserta merumuskan rekomendasi hasil rangkaian seminar dan diskusi yang berlangsung dua hari ke depan, untuk selanjutnya disampaikan kepada pemerintah. Para peserta juga menampilkan sejumlah capaian dari kegiatan sebelumnya, sekaligus menunjukkan kesiapan mereka memperluas skala serta jangkauan kemitraan yang selama ini telah berlangsung.