JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Antar kementerian belum satu suara mengenai lahan yang menjadi objek moratorium sawit. Kementerian Perekonomian tidak sepakat perkebunan sawit yang berstatus HGU atau eksisting dimasukkan objek moratorium. Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menginginkan moratorium juga berlaku kepada konsesi yang sudah ada.
“Lahan yang dimoratorium dalam proses evaluasi. Lahan yang telah dilepaskan terus jalan, juga landbanking tidak kena,” jelas Musdhalifah Machmud, Deputi Menteri Perekonomian kepada sejumlah awak media di Jakarta, Rabu (10/8).
Penundaan pemberian izin dikenakan kepada 1,5 juta hektare lahan dalam proses menunggu Hak Guna Usaha (HGU). Musdhalifah menjelaskan lahan ini belum mengantongi HGU dan izin pelepasan apabilla berada di kawasan hutan.
Di tempat terpisah, Siti Nurbaya, Menteri LHK menyebutkan penundaan pemberian izin akan berlaku kepada lahan milik perusahaan yang belum termanfaatkan atau landbanking. Bagi perusahaan yang pegang izin prinsip atau kewajiban tata batas tetapi lahan masih berhutan. Maka, lahan akan dievaluasi kembali oleh pemerintah.
“itu berarti belum dikerjain dan dianggurin gitu aja. Jika masih berhutan, kami hold,” jelasnya.
Kementerian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan lahan seluas sebanyak 948.418 hektare akan menjadi objek moratorium. Pasalnya, lahan ini dalam status usulan perijinan sehingga akan ditunda pemberian ijinnya. (Inilah Lima Jenis Lahan Target Moratorium Sawit)
Kriteria lahan perkebunan yang menjadi sasaran moratorium antara lain; pertama, pelepasan dan tukar menukar kawasan hutan untuk tujuan perkebunan kelapa sawit yang belum dibangun. Kedua, terindikasi dipindahtangankan pada pihak lain.
Ketiga, izin sawit yang telah berjalan atau existing dengan tutupan hutan masih produktif. Keempat, terindikasi tidak sesuai dengan tujuan pelepasan dan tukar menukar. Kelima, perkebunan kelapa sawit yang terindikasi masuk kawasan hutan.
San Afri Awang, Direktur Jenderal Planologi KLHK, menjelaskan sudah mendata lahan yang masuk kategori moratorium di beberapa daerah khususnya Kalimantan. Sementara itu, sudah ada 3,5 juta lahan yang berpotensi dimoratorium masuk tahapan perizinan.
Enny Sri Hartati,Direktur Indef, berpendapat bahwa kebijakan pembatasan ijin baru kelapa sawit tidaklah tepat. Kemampuan industri sawit untuk tumbuh dapat dijadikan prototipe pengembangan komoditas lain seperti karet, kakao dan komoditas berbasis agroindustri lain.
“Jangan sampai timbul kekhawatiran dari pemerintah sawit dapat melesat jauh. Sedangkan, komoditas lain tertinggal padahal yang harus dilakuan bagaiman komoditas tersebut bisa tumbuh lebih baik,” ujar Enny.
Lebih lanjut kata Enny, penerapan kebijakan moratorium ini bisa menimbulkan kekhawatiran pelaku perkebunan sawit yang sudah masuk dan sedang merencanakan investasi. “Tapi kalau belum apa-apa sudah dibatasi pelaku yang ingin masuk ke hulu maka bisa kontraproduktif,” jelasnya. (Qayuum)