JAKARTA, SAWITINDONESIA – Provinsi Kalimantan Tengah menyiapkan 35 hektare lahan kritis untuk program bioenergi lestari. Agustin Teras Narang, Gubernur Kalimantan Tengah, menyebutkan lahan yang akan digunakan adalah lahan kritis bekas pertambangan di dua kabupaten yaitu 20 hektar di Pulang Pisau, dan 15 hektar di Kabupaten Katingan.
“Kita sudah melakukan awal yang komperhensif mengenai ketersediaan lahan, komoditas apa yang bisa ditanam, perawatan, dan pasca produksi,” ungkap Agustin pada pertengahan Juli kemarin.
Kalimantan Tengah bekerjasama dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) lewat penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama (NKB) tentang Program Pengembangan Bioenergi Lestari yang akan dilaksanakan di Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah.
Kerjasama ini nantinya akan menghasilkan dua jenis bioenergi yaitu biofuel sebagai bahan bakarbaik berupa bioetanol maupun biodiesel, dan biomassa yang mampu diubah menjadi listrik. Meskipun Kementerian ESDM belum menjelaskan detail tanaman untuk sumber bahan baku kebun energi percontohan di Kalteng ini.
“Namanya bioenergi itu kan ada dua untuk biofuel dan listrik, end pointnya itu. Kalau ditanya nanti akan menanam pohon apa, itu sangat tergantung dengan tanahnya seperti apa, kalau masalah untuk biofuel itu kan ada dua juga yaitu biodiesel atau bioetanol, kalau nanti cocoknya untuk biodiesel ya digunakan untuk biodiesel, kalau dua-duanya tidak cocok ya untuk biomassa saja jadi listrik misalnya, atau ketiganya juga bisa,” jelas Rida Mulyana, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM pada kesempatan yang sama.
Perjanjian Kerja Sama ini berlaku selama 5 (lima) tahun sejak tanggal penandatanganan dan dapat diperpanjang, diubah, maupun diakhiri, sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Penandatangan NKB ini merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam mengembangkan potensi energi baru terbarukan (EBT) yang ada di Indonesia, yaitu dalam rangka meningkatkan Bauran Energi Nasional, yang pada tahun 2014 terdiri dari 4 (empat) sumber energi, yakni: 41% minyak bumi, 30% batubara, 23% gas dan 6% EBT.
Selain itu, NKB ini juga merupakan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan peningkatan sasaran penyediaan energi primer Indonesia pada tahun 2025 sebesar 400 MTOE (Millions Tons of Oil Equivalent) dengan rincian 25% minyak bumi, 30% batubara, 22% gas dan 23% EBT atau setara dengan 92 MTOE berasal dari EBT. (Anggar Septiadi)