JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Tanpa perluasan lahan dan peningkatan produktivitas, Indonesia bisa kesulitan mencapai produksi 43,4 juta ton pada 2024. Itu sebabnya, apabila moratorium tidak dapat dihindari maka pemerintah sebaiknya mempercepat intensifikasi dan peremajaan.
Usulan dikemukan dalam jumpa pers PT Riset Perkebunan Nusantara yang bertemakan “Situasi Perkelapasawitan Indonesia dan Moratorium Perkebunan Sawit”, di Jakarta, Selasa (19/4).
“RPN tidak dalam posisi mendukung atau menolak moratorium. Tetapi sebagai perusahaan riset kami ingin memberikan solusi dan inovasi kepada dunia perkelapasawitan nasional,” kata Teguh Wahyudi, Direktur Utama PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN).
Menurut Teguh Wahyudi,kondisi sekarang menunjukkan bahwa upaya kenaikan produksi dan produktivitas perkebunan sawit memerlukan komitmen dan keseriusan semua pihak dalam pelaksanaanya.
Di perkebunan rakyat, penggunaan benih ilegal/tidak unggul berakibat produktivitas rendah dan penerapan kultur teknis yang sangat terbatas.
“Jumlah lahan sawit petani yang memakai benih ilegal mencapai 1 juta hektar. Ini yang mesti diremajakan segera,” ujar Hasril Siregar, Direktur PPKS dalam kesempatan sama.
Ditambahkan Teguh Wahyudi, jika moratorium menjadi pilihan maka PT RPN akan mendukung kebijakan tersebut. RPN punya solusi paket teknologi untuk peningkatan produktivitas sawit. Meliputi penyediaan varietas kelapa sawit berproduktivitas tinggi, teknik peremajaan ramah lingkungan, dan kultur teknis standar terutama teknologi dan dosis standar pemupukan. (Qayuum Amri)