Berdasarkan data World Resource Institute (2010), emisi gas rumah kaca (CO2) terbesar adalah China (22%), diikuti Amerika Serikat (13%), Uni Eropa (9%). Sedangkan emisi gas rumah kaca Indonesia relatif kecil, yakni hanya 4 persen. Emisi gas rumah kaca berdasarkan sektor menunjukan bahwa emisi terbesar adalah dari sektor industri (29%), dan sektor pertanian hanya 7%. Lebih lanjut, bila sektor pertanian dilihat lebih rinci (breakdown), diperoleh emisi terbesar adalah peternakan (50%), pemupukan (15%) dan padi cukup besar yakni 11%. Dengan demikian, diantara sektor pertanian, diperoleh fakta bahwa emisi dalam perkebunan kelapa sawit adalah tidak besar.
Share Indonesia dalam emisi gas rumah kaca dalam sektor pertanian hanya 3%, sementara negara pengemisi gas rumah kaca terbesar dalam bidang pertanian adalah China (14%), India (13%), Brazil, Uni Eropa dan USA masing-masing 8%. Di Indonesia, emisi gas rumah kaca terbesar adalah padi (39%) dan peternakan. Data ini menunjukan bahwa perkebunan kelapa sawit bukanlah pengemisi gas rumah kaca terbesar, sebagaimana sering dituduhkan terhadap komoditas kelapa sawit Indonesia.
Data kehutanan dunia menunjukan bahwa luas hutan dunia sebelum kegiatan pertanian secara meluas adalah 4.628 juta Ha, yang terdiri atas hutan tropis 1.277 juta Ha (27,6%) dan hutan non tropis 3.351 juta Ha (72,4%). Seiring dengan pembukaan lahan untuk pertanian, tahun 1980 luas areal hutan adalah 3.927 juta Ha, yang terdiri atas hutan tropis 1.229 juta Ha (31,3%) dan hutan non tropis 2.698 juta Ha (68,7%). Dengan demikian, kegiatan deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan pertanian mencapai 701 juta Ha. Dari luasan tersebut, ternyata deforestasi terbesar adalah hutan non tropis (93,15%) sementara deforestasi hutan tropis hanya 6,85% (sangat kecil).
Sumber : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc