JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Sulitnya menandingi minyak sawit menjadi penyebab timbulnya perang dagang dengan minyak nabati lain. Kampanye negatif menjadi senjata untuk mematikan komoditas sawit.
Bendahara Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kanya Lakhsmi Sidarta mengungkapkan kelapa sawit menjadi komoditas unggulan dan berperan sebagai tulang punggung devisa negara, industri sawit tidak lepas dari terpaan isu-isu negatif. Begitu masifnya isu negatif menghantam pelaku industri sawit sehingga diperlukan kesadaran bagi industri ini untuk membangun strategi komunikasi yang tepat.
Perannya terhadap pemasukan devisa begitu besar. Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Berdasarkan data GAPKI, ekspor sawit tahun 2015 lalu mencapai USD 18,65 miliar, atau yang terbesar dibanding komoditas lain. “Tahun 2016 ini diprediksi nilainya meningkat menjadi USD 22 miliar,” tuturnya
Beredarnya, pandangan negatif tentang kelapa sawit, mulai dari minyak sawit dianggap tidak baik untuk kesehatan, perkebunan kelapa sawit penyebab hilangnya biodiversitas, deforestasi, emisi GRK, hingga kebakaran hutan.
Padahal, katanya, fakta menunjukkan sebaliknya. Minyak sawit diketahui memiliki kandungan vitamin E tertinggi dibanding minyak kedelai maupun bunga matahari. Nilai Konservasi hutan justru lebih tinggi setelah ditanami kelapa sawit ketimbang sebelumnya.
“Kebakaran hutan sering dituduhkan akibat kelapa sawit. Nyatanya, hanya 10 persen, yang lebih besar disebabkan pulpwood plantation (25 persen) dan 60 persen kebakaran terjadi di lahan tak bertuan,”kata Kanya dalam diskusi di Jakarta.
Lakhsmi menegaskan, karena besarnya manfaat dan ketergantungan dunia terhadap kelapa sawit, daya saing kelapa sawit makin sulit disaingi. “Karena itulah dalam konteks persaingan atau perang dagang ini, akhirnya mereka menggunakan cara-cara kampanye negatif,” jelasnya. (Qayuum)