JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Sahat Sinaga, Plt. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menjelaskan bahwa ancaman resesi dunia di tahun depan tetap memberikan peluang bagi industri sawit nasional, pasalnya kebutuhan lemak (oil and fats) terus meningkat di dunia.
“Resesi dunia yang muncul itu menjadi peluang (opportunity), karena life style orang sudah berubah. Permintaan karbohidrat sudah menurun. Namun, kebutuhan oil and fats yang melonjak secara eksponensial,” ungkap Sahat dalam Talkshow Majalah Sawit Indonesia bertemakan “Optimalisasi Ekspor Sawit Sebagai Antisipasi Dampak Resesi”, di Jakarta, Rabu (14 Desember 2022).
Diperkirakan ada 10 negara di dunia sudah mengalami resesi ekonomi. “Diantaranya negara-negara besar itu justru negara yang banyak mengimpor sawit,” kata Sahat.
Laporan dari ADB, IMF menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif sekitar 5,3%. Kemudian untuk minimalisasi dampak krisis global ke Indonesia, dengan memaksimalkan sumber alam menjadi devisa negara.
Lesunya industri di Eropa akibat resesi justru dapat menjadi pemicu bagi pelaku industri oleokimia di Uni Eropa untuk memindahkan pabriknya ke Indonesia. Oleh karena itulah, pemerintah dapat menyiapkan strategi seperti regulasi pemindahan pabrik seutuhnya ke Indonesia.
“Langkah berikutnya adalah memberikan insentif khusus supaya industri hilir dari Uni Eropa dapat bermigrasi ke Indonesia. Sekaligus dipersiapkan skema insentif yang menarik supaya semakin hilir produk yang akan dihasilkan maka semakin besar insentif yang diberikan,” kata Sahat.
Sahat mengatakan bahwa dari perspektif industri sawit tahun depan permintaan masih akan kuat. Menurutnya, ada tiga alasan hal itu bisa terjadi. Pertama, terus melakukan aksi ramah lingkungan atau bersifat tidak merusak mulai dari produk, pembuaatan dan juga bahan produksi.
“Dari aspek ramah lingkungan harus terus diperjuangkan dan diperbaiki. Berikutnya teknologi inovasi. Sawit ini begitu hebat sekali karena bedanya dengan fosil cuma dua, karbon dan hidrogen. Jadi kalau hilangkan oksigen jadi fosil. Kita harapkan ke universitas untuk kembali menggali teknologi berkembang,” pungkas Lulusan Institut Teknologi Bandung ini.