JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI), mengawali tahun ini menggelar ETIKAP (Evaluasi Tahunan Ilmiah Kinerja Agribisnis dan Perkebunan) ke-5. Dalam rangka membangun forum-forum ilmiah, kolaborasi, dan berorietasi pada solusi bagi pemangku kepentingan industri kelapa sawit. Kegiatan ini diadakan di Jakarta, pada (20 Februari 2020).
Ketua Umum GPPI, Delima Hasri Azahari mengatakan, pihaknya terus mengadakan Evaluasi Tahunan Ilmiah Kinerja Agribisnis dan Perkebunan (ETIKAP) yang pada 2024 ini mengusung tema ‘Tantangan Hilirisasi Sawit dan Perkebunan Berkelanjutan’.
“ETIKAP, terus kita selenggarakan. Dan tahun ini mengenai hilirisasi kelapa sawit dengan tujuan meningkatkan nilai tambah dan daya saing di pasar global,” kata Delima saat pembukaan acara di Jakarta, 20/2/2024.
Menurut Delima, pihaknya selalu mendorong semua pihak, khususnya industri perkebunan, untuk berpegang teguh pada konsep bisnis berkelanjutan (sustainability business) dengan memberikan perlindungan kepada manusia, lingkungan dan ekonomi.
“Kami bekerja dalam prinsip 3P yakni People (manusia), Planet (lingkungan) dan Provit (ekonomi). Kita berikan masukan untuk kebijakan di sektor perkebunan, jadi mitra dari Ditjen Perkebunan dan bermitra dengan LSM/NGO yang punya visi sama,” ujar Delima.
Dari rangkaian kegiatan itu, ada talk show yang menghadirkan narasumber dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder). Dari talk show tersebut disampaikan berbagai program yang telah dan direncanakan dalam pengembangan sawit berkelanjutan.
Direktur Kelapa Sawit dan Aneka Palma (SALMA), Ditjen Perkebunan – Kementerian Pertanian, Ardi Praptono menyampaikan pihakya memiliki program prioritas sawit berkelanjutan dari Direktorat SALMA yang dibentuk sejak 10 bulan lalu.
“Pembentukan direktorat ini upaya mengfokuskan komoditas sawit menjadi komoditas utama dari Ditjen Perkebunan. Oleh karena itu, bahwa ada penguatan tata kelola perkebunan sawit rakyat,” ujarnya.
Program tersebut, lanjut Ardi, merupakan kegiatan perbaikan tata kelola sawit yang terintegrasi dalam satu rangkaian yang di dalamnya ada beberapa program yaitu program peremjaan sawit rakyat (PSR), ISPO, SARPRAS dan pengembangan SDM.
“Dari empat kegiatan (program) itu, kita lakukan regulasi yang berkaitan dengan program tersebut dan beberapa aktivas dari masing-masing program tersebut. Dari empat program tersebut, ada aplikasi dan peta spasial yang harus disiapkan yaitu BABEBUN (Bank Benih Perkebunan), Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB),” lanjut Ardi.
Terkait dengan pengembangan SDM, Ardi menegaskan menjadi bagian penting dalam tata kelola perkebunan sawit menngingat pentingnya peningkatan kapasitas SDM baik untuk petani anak petani, pelatihan untuk petani dan pendidikan (beasiswa untuk anak petani).
“Apa bila keempat program itu berjalan dengan baik, maka perkebunan kelapa sawit dapat terwujud dan didukung dengan RAN KSB (Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan),” tegasnya.
Sementarai tu, Putu Juli Ardika, Dirjen Industri Agro– Kementerian Perindustrian mengungkapkan terkait dengan hilirisasi sawit harus ada sistem teknologi produksi (pengolahan CPO) yang sekarang itu sangat tidak efisien dan semua itu ada di dekat-dekat sungai.
“Saat ini sedang kami dorongp roduksi secara efisien dan inklusif. Kami juga mendorong teknologi yang tidak menggunakan uap (steamless). dengan teknologi ini akan menghasilkan biomassa yang dapat dikembalikan kelahan. Dan, masih banyak nilai tambah lain dari teknologi ini,” ungkapnya.
“Kami dari kementerian perindustrian mencoba mendorong petani swadaya dengan dana bagi hasil (DBH) yang diperoleh oleh masing-masing daerah yang mendapat dana tersebut. Kami juga menyediakan skema restrukturisasi, jadi kita akan memberikan insentif 25% dari investasi. dan memberikan insentif 30% dari biaya investasi dengan syarat TKDN mesin peralatan 25%,” imbuh Putu Juli.
Selain itu, Putu Juli mengatakan kebijakan tata kelola industri sawit harus dilakukan bersama tidak bisa secara parsial. “Ada beberapa yang telah kami lakukan, pertama adalah kita mendorong nilai peta hilirisasi. Saat ini peta hilirisasi telah masuk pada harmonisasi, legalnya tidak lama lagi akan keluar. Sehingga semua stakeholder tidak ada lagi sengketa dan perbedaan pendapat. Ini adalah langkah yang kami anggap strategis yang perlu dilakukan,” katanya.
Selanjutnya, Kementerian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal Industri Agro tengah memproses ISPO hilir.
Dan, sudah mengembangkan SIMIRAH, yang dapat menelusuri CPO dari produsen minyak goreng sampai dengan minyak goreng hingga ke konsumen (dalam negeri), dan kedermaga (luar negeri). SIMIRAH ini juga dapat diakses oleh stakeholders sehingga dengan aplikasi ini kita nanti akan bisa mendukung ISPO. Dengan keberhasilan SIMIRAH ini kita diminta untuk mendukung distribusi produk pangan lainnya.
Pada kesempatan yang sama, Kabul Wijayanto Direktur Perencanaan dan Pengolahan Dana dan Plt.Direktur Kemitraan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjelaskan bicara sawit berkelanjutan itu sebetulnya tidak bisa dilepaskan dari BPDPKS karena memang kami ditugaskan untuk mendukung mengembangkan sawit berkelanjutan. dari hulu hingga hilir.
“Maka di dalamr egulasi di dalam programnya dari hulu hingga hilir. Bagaimana mengintegrasikan program-program yang ada di BPDPKS. Kita punya program hulu sawit yaitu PSR dalam rangka meningkatkan produktivitas. Lalu, ada program SDM, SARPRAS, itu semua program hulu sawit. Dan ada juga program hilir sawit yaitu, program Biodiesel. ada juga program penelitian dan pengembangan (riset) yang posisinya ada di tengah, karena program ini untuk pengembangan hulu dan hilir sawit. Salah satunya BENSA kerjasama BPDPKS dengan ITB (Pusat Rekayasa Katalis), dan masih banyak riset yang dilakukan. Selain itu, ada program promosi sawit untuk hulu dan hilir,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Kabul menambahkan pihaknya juga harus menjaga harga CPO. karena kami memiliki tiga bisnis terkait dengan penghimpunan dana. Karena semua program memerlukan dana dalam rangka pengembangan kelapa sawit berkelanjutan.
“Menstabilkan harga CPO, menyeimbangkan supply dan demand terkait pasar ekspor, dengan penerapan tarif pungutan ekspor. Penguatan industri hilir sawit yang dilakukan dengan riset-riset yang sudah dilakukan,” tambahnya.
Sebagai informasi, kegiatan ETIKAP ke-5 dengan tema ‘Tantangan Hilirisasi Sawit dan Perkebunan Berkelanjutan’ yang digagas GPPI mendapat dukungan dari BPDPKS, Holding Perkebunan Nusantara, dan PTPN IV.