Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta segera terbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait Masyarakat Hukum Adat. Tujuannya dapat menekan timbulnya konflik sosial di masyarakat.
“Sekarang yang dibutuhkan Peraturan Pemerintah untuk mengharmoniskan regulasi yang sudah ada ini. Kondisi saat ini tidak harmonis karena terpencar-pencar di bawah kementerian. Pada hal kalau mau dieksekusi cepat, persoalan masyarakat adat bisa segera terselesaikan,” kata Dr. Sadino Pengamat Hukum Kehutanan.
Pemerintah saat ini tengah melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat. Sadino mengingatkan pemerintah sebaiknya melihat RUU ini lebih jeli karena berpotensi menimbulkan konflik sosial di masyarakat karena mayoritas lahan yang di klaim sebagai wilayah adat juga masuk sebagai klaim kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Melihat kondisi riil masyarakat adat saat ini, menurut dia, RUU ini patut dicermati lebih jeli sebab saat ini masyarakat adat telah di atur di dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan dan lintas sektoral.
Sebaiknya regulasi yang ada dan terkait masyarakat adat yang tersebar tersebut, pemerintah mengharmoniskan peraturan hukum adat yang sudah ada. “Takutnya kalau RUU Masyarakat Adat di ketok oleh DPR juga tidak bisa di implementasikan,” ujar dalam diskusi webinar bertemakan “Merawat Industri Sawit di tengah Isu Masyarakat Adat” yang di selenggarakan Majalah Sawit Indonesia dan Borneo Forum pada akhir September lalu.
“Sudah ada di UU Kehutanan dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Agraria dan Tata Ruang/BPN, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Desa dan Peraturan Daerah lainnya,” kata Sadino.
Sadino menegaskan bahwa apa bila ada yang mengaku sebagai kelompok masyarakat adat tidak bisa sebatas klaim semata karena harus ada pengakuan secara hukum berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 Tahun 2012, Putusan MK No. 31 Tahun 2007 dan Putusan MK No. 34 Tahun 2011.
Pengakuan masyarakat adat ini membutuhkan proses panjang karena melewati serangkaian tahapan syarat seperti turun temurun hidup di wilayah tersebut, ada ikatan kuat terhadap leluhur, hubungan kuat dengan lingkungan hidup, dan adanya sistem nilai berbasis ekonomi, politik serta social dan tentunya tetap menghormati hak pihak lain yang di berikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti investasi perkebunan kelapa sawit.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 108)