JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah sebaiknya meninjau kembali aturan yang memperbolehkan membakar lahan berdasarkan kearifan lokal. Permintaan ini datang dariAnggota Komisi IV DPR Firman Subagyo yang menuturkan kebiasaan masyarakat membuka lahan 2 hektar dengan cara membakar yang dijamin UU 32 tahun 2009 perlu diubah karena rawan penyimpangan.
“Sebagai kearifan lokal yang dijamin UU, kebiasaan masyarakat membuka lahan 2 hektar sebenarnya bisa dipertahankan. Hanya caranya perlu diubah dari membakar menjadi menggunakan mekanisasi seperti traktor dan sebagainya, “ kata Firman di sela-sela Public Policy Discussion DPN APINDO, di Jakarta, Rabu (21/6).
Untuk itu, Firman mengharapkan, pemerintah perlu membantu masyarakat untuk mengubah perilaku tersebut. Pembukaan lahan menggunakan mekanisasi jauh lebih manusiawi dan tidak menimbulkan banyak masalah di kemudian hari.
Menurut Firman, cara-cara membuka lahan dengan membakar sebaiknya tidak ditolerir karena rawan penyimpangan. Dia mencontohkan, kebakaran besar pada tahun 2015 yang dipakai sebagai acuan untuk membuat sejumlah regulasi yang bertendensi memojokan industri, didesain oleh kelompok tertentu dengan memanfaatkan celah dari kearifan lokal tersebut.
Jika sebelumnya tahun 2015, kebakaran hanya terjadi beberapa wilayah seperti Riau, Jambi dan Sumatera, kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 berbeda karena bersifat masif dan sistimatis. Massif karena kebakaran terjadi secara merata di 7 provinsi di Indonesia , sistematis karena kasus kebakaran beruntun dari Sumatera hingga Papua.
“Ada dugaan, pihak-pihak tertentu dan LSM yang mengatasnamakan lingkungan mendesain kasus kebakaran itu dengan memanfaatkan celah dari kearifan lokal untuk membakar seluas 2 hektar. Dugaan rekayasa pembakaran itupun pernah diutarakan salah satu instansi pemerintah. Hanya saja, masalah itu tidak terkuak ke publik karena syarat dengan berbagai kepentingan,” kata Firman.
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Prof Sri Adiningsih mengatakan peran sektor perkebunan sawit sangat penting bagi perekonomian Indonesia. “Sebagai komoditas unggulan, sawit punya peran kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia.”
Dia juga mengungkapkan, industri sawit harus terus ditingkatkan karena menghasilkan devisa besar serta lebih dari 5 juta kepala keluarga petani bergantung di industri ini. “Ini potensi yang harus kita kembangkan agar Indonesia menjadi salah satu eksportir terbesar di dunia,” kata dia
Sementara itu, Benny Pasaribu, Ketua Pokja Pangan, industri Pertanian dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri (KEIN) mengatakan, isu negatif dalam persaingan global merupakan hal yang biasa.
Persoalannya, kita harus mampu menepis isu-isu negatif itu dengan diplomasi internasional agar industri sawit tetap terus berjalan.
“Harus diakui, disitulah banyak sumber daya manusia kita terutama di daerah-daerah. Walaupun jenjang pendidikan mereka tidak tinggi, rata-rata para pekerja sawit merupakan tenaga profesional dan pekerja keras. Terbukti di Malaysia, yang industri sawitnya lebih maju dari kita banyak memanfaatkan pekerja sawit asal Indonesia,” kata Benny.