JAKARTA, SAWIT INDONESIA – La Ode Ida, Anggota Ombudsman RI menyampaikan bahwa tumpang tindih aturan sangat mengganggu dunia bisnis dan juga hukum yang berlaku. “Misalnya ada dua kelompok yang bersengketa, keduanya akan berusaha memberikan pengaruh kepada pembuat kebijakan serta aparat penegak hukum. Mereka bisa menyuap aparat dan ini sangat kotor sekali,” ucap La Ode Ida.
Masalahnya, lanjut La Ode Ida, sengketa tersebut sudah berlangsung sejak lama dan sengaja dibiarkan untuk menguntungkan pihak tertentu. “Dengan sangat mudah kita bisa mengetahui, pihak mana yang akan diuntungkan dari adanya sengketa,” tegasnya dalam diskusi pada akhir Juni lalu di Surakarta.
Kemudian, kata La Ode, hal itu diperburuk dengan penegak hukum yang keliru dalam menyelesaikan masalah tersebut.
“Semestinya persaingan usaha ya harus digunakan adalah Undang-Undang Administrasi negara melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan dengan Undang-Undang Hukum Pidana,” tuturnya
Mengenai peneyelesaian kasus tumpang tindih aturan yang menggunakan hukum pidana, dialami oleh PT Bersama Sejahtera Sakti (BSS) dengan PT.Inhutani II. Kasus tersebut pun menjadi sorotan dalam diskusi ini. Sebelumnya, direksi PT BSS ditetapkan tersangka oleh Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Selatan karena dianggap menyalahi aturan yang berlaku.
“Ini mesti mendapat bahasan serius, sebab PT BSS telah mendapatkan HGU sejak 2002 lalu. Sebab, ini bisa saja dapat terjadi di perusahaan lainnya. Terlebih polisi tidak hanya menetapkan direksi PT BSS, tetapi juga menyita lahan dan alat-alat produksinya,” kata Budi Riyanto, Dosen Pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Penyitaan beberapa buah alat berat dan lahan perkebunan kelapa sawit seluas 1.315 hektare milik PT Bersama Sejahtera Sakti (BSS). Penyitaan berawal dari laporan PT Inhutani II kepada Kepolisian Kotabaru bahwa PT BSS melakukan pelanggaran batas lahan ke kawasan hutan yang dikelola PT Inhutani II.