JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah semakin mantap mendatangkan 11 pesawat tempur Sukhoi Su-35 melalui kerjasama imbal dagang dengan sejumlah hasil perkebunan. Rencana ini sedang dimatangkan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertahanan yang mengadakan pertemuan di Kantor Kementeriam Pertahanan pada Selasa ini (22/8/2017).
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, menjelaskan bahwa jenis komoditas yang ditawarkan kepada pihak Rusia bukanlah barang mentah melainkan sudah diolah. Sejumlah komoditas yang berpotensi diperdagangkan antara lain karet, minyak sawit atau CPO, kopi, kakao, tekstil, teh, dan rempah-rempah.
Pada awalnya, Rusia menginginkan barter dengan karet mentah. Tetapi, dikatakan Menteri Enggartiasto, pihaknya bernegosiasi supaya produk yang dibarter melalui proses pengolahan. Tujuannya adalah mendapatkan nilai tambah lebih besar ketimbang produk mentah.
“Awalnya mereka ingin karet saja tapi kita minta bukan itu saja. Kepada Rostec, kami sampaikan supaya dibarter komoditas bernilai tambah. Kalau, Anda jual pesawat ke kami itu sudah added value. Ya, saya tidak mau kirim karet mentah, minimal dalam rubber. Sama halnya CPO kalau bisa (produk)turunan,” pinta Enggartiasto.
Tidak hanya hasil perkebunan, komoditas ekspor yang ditawarkan antara lain ikan olahan, resin, kertas, mesin, alas kaki, produk industri pertahanan, sampai furnitur.
Saat ini, telah disepakati kedua pemerintah yang menunjuk dua perusahaan mewakili proses imbal dagag ini yaitu PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), dan Rostec dari Rusia.
Nantinya, kedua perusahaan akan membahas persoalan harga komoditas perkebunan yang fluktuatif di pasar global. “Pertama ini membahas komoditasnya. Lalu kita tunggu dari mereka (Rostec). Ada pertanyaan berapa harga komoditasnya? Ya masih open nego. Kami analisa yang lebih baik, berapa kira-kira harga CPO, dan (produk) lainnya,” ungkap politisi Partai Nasdem ini.
Baik Rusia dan Indonesia setuju menyepakati barter 50% dari nilai pesawat Sukhoi dengan komoditas perkebunan lewat MoU Proses berikutnya menjadi perjanjian jual beli setelah pembahasan jenis komoditas termasuk valuasi harganya.
“Tetapi pihak Rusia belum memutuskan komoditas yang dipilihnya,” kata Enggartiasto
Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan menegaskan bahwa kesepakatan barter pengadaan pesawat tempur Sukhoi SU-35 Rusia dengan komoditas perkebunan tidak bertentangan regulasi. Mekanisme pengadaan 11 unit Sukhoi SU-35 merujuk Undang-Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Sebagaimana tercantum dalam pasal 43 ayat 5 (e) bahwa setiap pembelian alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam) harus memenuhi minimal 85 persen offset atau kandungan lokal. Sementara itu, pihak Rusia
Rusia hanya menyanggupi 35 persen dari kewajiban tersebut. Itu sebabnya, pembelisan pesawat ini dibarengi dengan kewajiban barter bagi Rusia sebesar 50 persen dari nilai kontrak.
Nilai pengadaan Sukhoi SU-35 ini mencapai US$ 1,14 miliar atau sekitar Rp 15 triliun.