Pemerintah mendorong Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Indonesia Timur khususnya Papua dan Papua Barat. Upaya ini dilakukan dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani dan perbaikan produktivitas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian 833/2019 tentang Penetapan Luas Tutupan Kelapa Sawit Indonesia 2019, luas tutupan kelapa sawit di Indonesia sebesar 16,38 juta Ha. Luas tutupan kelapa sawit di bagian timur Indonesia (Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua) sebesar 553.952 Ha atau 3,38% dari total luas tutupan kelapa sawit Nasional.
Luas tutupan kelapa sawit di Provinsi Papua sebesar 58.656 Ha dan di Provinsi Papua Barat sebesar 110.496 Ha. Areal persebaran perkebunan kelapa sawit di wilayah Papua Barat tersebar di beberapa Kabupaten yaitu Manokwari, Sorong, Sorong Selatan, Maybrat, Teluk Bintuni dan Fak Fak.
Lokasi tutupan kelapa sawit di wilayah Papua terdapat di beberapa Kabupaten yaitu Nabire, Jayapura, Keerom. Boven Digoel, Mappi dan Merauke. Pola persebaran tutupan kelapa sawit di wilayah ini juga bersifat bergerombol (kluster) yang berkorelasi dengan kondisi geomorfologi di masing-masing kabupatenberada di relief dataran dan berkolaborasi.
Potensi pengembangan kelapa sawit di Indonesia Bagian Timur harus terus dilakukan yang bertujuan mengentaskan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah sehingga menimbulkan multi player effect.
“Upaya peningkatan kesejahteraan dilakukan melalui program peremajaan sawit rakyat,” ujar Musdhalifah.
Upaya pengentasan kemiskinan yang sudah dilakukan melalui sawit dengan cara Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), secara umum, target PSR 2020-2022 mencapai 540 hektare, di 21 Provinsi yang melibatkan kurang lebih 43 ribu pekebun, khusus untuk Papua, target PSR mencapai 6 ribu hektare.
“Kontribusi luas peremajaan sawit di Papua memang masih kecil. Ada kategori peremajaan yaitu usia tanaman di atas 25 tahun dan produktivitas rendah sebagai dasar replanting sawit,” jelasnya.
Manfaat PSR antara lain penyelesaian legalitas lahan, peningkatan produktivitas tanaman, peningkatan pendapatan pekebun, dan pengelolaan sawit berkelanjutan. Musdhalifah menjelaskan bahwa penyelesaiaan legalitas lahan telah diatur dalam regulasi pemerintah seperti UU Cipta Kerja dan produk turunannya.
“Target PSR 2020-2022 di pulau Papua sebesar 6 ribu hektare. Terdiri dari Papua Barat sebesar 3 ribu hektare dan Papua sebesar 3 ribu hektar,” ujar Doktor Manajemen Bisnis di Institut Pertanian Bogor (IPB) ini dalam acara “ Diskusi webinar tentang “Penguatan Peranan Kelapa Sawit Dalam Program Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Bagian Timur”, pada pertengahan April 2021.
Ia menjelaskan bahwa PSR dapat membantu peningkatan produktivitas dari 2-3 ton CPO/ha/th menjadi 5-6 ton CPO/ha/th. Selain itu, pendapatan pekebun akan meningkat seiring dengan peningkatan produktivitas, sebesar dua sampai tiga kali lipat dari sebelumnya.
“Pengelolaan kelapa sawit sesuai dengan GAP dan menggunaan benih unggul bertujuan menjaga pengelolaan sawit yang baik dan dapat diterima pasar. Perlu juga didorong memenuhi prinsip dan kriteria ISPO. Sertifikasi ini diterapkan kepada pekebun besar dan petani. Untuk pekebun besar, mereka akan lebih kompleks dari prinsip dan kriteria sertifikasi,” ujarnya.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 114)