JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Laporan data Global Forest Watch (GFW) menunjukkan jumlah titik api (hot spot) periode 1 Januari hingga 31 Agustus 2016, lebih dominan terjadi di luar konsesi perusahaan. Sedangkan, hotspot konsesi perusahaan sawit hanya 9%.
Hot spot paling besar terjadi di luar kawasan hutan mencapai 69%. Pemicunya adalah kebijakan pemerintah yang masih memperbolehkan masyarakat untuk membakar lahan.“Ini menjadi perhatian bagi pelaku usaha dan pemerintah karena ini terjadi akibat masyarakat masih diperbolehkan membuka lahan untuk bercocok tanam dengan membakar,” kata Togar Sitanggang. Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di jakarta, pada Kamis lalu (8/9).
Togar mengungkapkan, adanya titik api di areal konsesi perusahaan sawit lantaran api yang merembet dari luar konsesi. Dia menegaskan, perusahaan sawit sudah mempunyai pakem bahwa membuka lahan tanpa bakar (zero burning).
Yunita Sidauruk, Ketua Bidang Hukum GAPKI mengatakan perusahaan tidak mungkin membakar lahannya karena di dalam izin usaha perkebunan (IUP) telah dilarang tindakan pembakaran lahan.
Menurutnya perusahaan enggan membakar laham karena mematuhi aturan pembukaan lahan tanpa bakar. Kalaupun terjadi titik api di dalam kebun diduga api merembet dari luar konsesi.
Itu sebabnya GAPKI mendukung langkah pemerintah untuk merevisi pasal 69 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Pasal 69 dalam UU Lingkungan Hidup dihapus agar tidak ada celah orang boleh menbakar lahan,” jelas Togar.
Dalam penjelasan pasal 69 ayat 2 disebutkan masyarakat adat untuk membakar lahan maksimal 2 hektare (ha) dengan menggunakan sekat pelindung guna keperluan pembukaan lahan untuk areal pertanian.
Dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) berencana meninjau ulang izin bakar lahan oleh masyarakat. Siti Nurbaya, Menteri LHK mengakui revisi UU No. 32/ 2009 membutuhkan waktu cukup lama. Kendati demikian, upaya pencegahan kebakaran hutan pada saat ini, beberapa gubernur sudah membuat aturan teknis di sejumlah daerahnya.
Togar menyebutkan sangat sulit mengubah pola tanam masyarakat dengan cara bakar. Apalagi ada yg melalukan kegiatan perladangan berpindah. “Musim hujan tahun ini agak berpihak kepada kami jadi kebakaran yg terjadi tidak seperti tahun lalu. Semoga tahun bs mengurangi kebakaran di sentra produksi sawit,” harapny. (Qayuum)