JAKARTA, SAWIT INDONESIA Petani sawit mengeluhkan tingginya harga pupuk non subsidi yang beredar di pasaran selama dua belas bulan terakhir. Tingginya harganya pupuk ini membuat petani kelimpungan untuk mengelola biaya input produksi. Komponen pupuk mencapai 60% dari total biaya produksi sawit.
Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.APO, Ketua Umum DPP APKASINDO, menjelaskan tingginya harga pupuk akan mengganggu program strategis Pemerintahan Jokowi- Ma’ruf Amin yaitu PSR (Peremajaan Sawit Rakyat).
“Petani yang sudah menjalankan program PSR seperti terjebak karena sudah terlanjur tumbang dan tanam. Semua terukur melalui rancangan anggaran biaya dari P0 sampai P3 (Red-penanaman, perawatan tahun pertama sampai tahun ke 3), ” jelas Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau melalui sambungan telepon dari Baganbatu, Riau.
Dikatakan Gulat, RAB ini telahmenguraikan harga per item pekerjaan yang disusun 1-2 tahun lalu. Sekarang ini, petani diibaratkan sedang pusing melihat kenaikan harga pupuk dan herbisida ini.
“Saudara-saudara kami yang akan mengajukan PSR banyak yang mundur. Masalahnya bukan saja persoalan kawasan hutan. Tapi juga masalah baru, yaitu harga pupuk dan herbisida yang melonjak tajam mengakibatkan biaya bantuan Rp30 juta per hektar dari BPDPKS (badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit) bisa habis hanya untuk beli pupuk dan herbisida saja,” jelas Gulat.
Dalam hitungan Gulat, belanja pupuk dan herbisida dengan harga saat ini mencapai Rp28, 5 juta per hektar (PSR), dimana sebelumnya hanya Rp11,2 juta saja. Jika di rinci per item kegiatan PSR, kenaikan biaya PSR dari RAB sebelumnya dengan kondisi sekarang di P0 untuk belanja pupuk dan herbisida 53%, P1 82%, P2 86% dan P3 92%.
“Namun kenaikan ini cukup berat bagi petani menutupi kekurangannya. Jika dihitung biaya PSR dari P0 sampai P3 sebelumnya kisaran Rp52juta-Rp62 juta per hektar (tergantung zonasi). Saat ini bisa mencapai Rp82 juta-Rp91 juta per hektar, ini sudah tidak sehat lagi,” tambahnya.
Menurut Gulat, jika dosis pupuk per tanaman dikurangi yang disesuaikan dengan anggaran. Imbasnya, akan terjadi dua kemungkinan, pertama tanaman akan merana dan kedua kami akan jadi sasaran saat audit oleh BPK atau saat monev dan semua ini akan berujung ke APH (aparat penegak hukum).
“Program PSR ini sangat strategis mendongkrak produktivitas kebun rakyat dengan konsep intensifikasi dan ini seirama dengan cita-cita Presiden menjadikan petani menjadi penyumbang CPO yang setara dengan korporasi untuk devisa negara, namun saya pastikan PSR akan kacau berantakan jika kenaikan harga pupuk dan herbisida ini tidak dikendalikan segera, ” urainya.
Gulat mengakui petani di sentra sawit bertanya-tanya tingginya harga pupuk sudah 12 bulan terakhir sepertinya dianggap angin lalu saja oleh para kementerian terkait. Kenaikan terjadi merata baik pupuk produksi BUMN dan swasta.