JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) telah mengadakan pertemuan dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk membahas penyelesaian utang rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar. Pasalnya, pemerintah tidak kunjung memberikan kejelasan pembayaran tunggakan ini sebagai imbas penugasan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada 2022 lalu.
“Kami ingin pemerintah melunasinya dalam 2 sampai 3 bulan mendatang. Ada sejumlah opsi yang kami akan lakukan termasuk opsi hukum,” ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey seusai pertemuan di kantor Kemendag, Kamis (4 Mei 2023).
Roy menjelaskan ada tiga opsi yang akan dilakukan Aprindo supaya utang dapat dibayar oleh pemerintah. Pertama, Aprindo berencana mengurangi bahkan setop penjualan minyak goreng kemasan di toko ritel anggota Aprindo. Rencana ini sudah mendapatkan lampu kuning dari anggota Aprindo untuk menghentikan penyediaan minyak goreng.
Tercatat, ada 48 ribu toko ritel yang menjadi bagian anggota Aprindo.
Kedua, Aprindo juga menyampaikan kepada seluruh anggotanya supaya memotong tagihan produsen. Artinya, peritel akan mengurangi atau tidak membayar secara penuh kepada produsen minyak goreng.
Sebagai opsi terakhir adah melakukan gugatan kepada pemerintah melalui jalur PTUN. “Kami berharap baik kita disuruh PTUN, gugat, dan sebagainya, itu jalan yang paling akhir,” tukasnya.
Sebagai informasi, Permendag 3/2022 mengatur kebijakan minyak goreng satu harga pada kemasan premium, sederhana, dan curah sebesar Rp 14.000 per liter. Saat itu, ada klausul dalam beleid untuk mengganti selisih harga minyak goreng yang dibeli peritel dengan HET sebesar Rp 14.000 per liter.
Nantinya selisih ini akan dibayar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDP KS. Tetapi di tengah jalan, Permendag 3/2022 dicabut lalu diganti oleh Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Pasca dicabutnya aturan tersebut, Kementerian Perdagangan sedang berupaya mencari jalan keluar persoalan ini dengan meminta pendapat Kejaksaan Agung.
Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan RI, menyebutkan pendapat hukum dari Kejaksaan Agung masih ditunggu Kemendag. Pasalnya, payung hukum BPDPKS masih menunggu kepastian payung hukum untuk pembayaran utang minyak goreng. Sebab Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022 yang mengatur rafaksi minyak goreng tersebut telah dihapus.
“Kalau bayar diambil dari APBN, itu nggak ada. Kemendag tak ada anggaran bayar utang. Nanti, BPDPKS yang bayar,” pungkasnya.