Kumbang tanduk dapat dilawan dengan pengendalian kimia dan non kimia. Kegiatan pencegahan sebaiknya mulai dilakukan sebelum kumbang tanduk menjadi dewasa.
Tantangan kegiatan peremajaan lahan kelapa sawit tidak saja berasal dari tingginya biaya yang dibutuhkan melainkan serangan hama kumbang tanduk atau dikenal dengan orcytes rhinoceros . Hama ini menjadi momok yang sangat menakutkan karena daya rusaknya yang tinggi terhadap tanaman kelapa sawit yang sedang tumbuh. Mengapa hama ini lebih mudah hidup di masa peremajaan tanaman?
Muhammad Sofian Harahap, Plantation Director OSO Group – Agri, menjelaskan kumbang tanduk sangat senang menempati batang kelapa sawit yang terdekomposisi secara alami di lahan. Apalagi, sekarang ini pelaku kelapa sawit dilarang membakar sisa batang sawit hasil peremajaan dan diwajibkan membiarkannya lapuk begitu saja.
Dalam situs klinik sawit.com, disebutkan kumbang tanduk akan meletakkan telur pada sisa bahan organik yang telah melapuk. Misalkan saja, batang kelapa sawit masih berdiri dan telah melapuk, rumpukan batang sawit, batang kelapa sawit yang telah dicacah, serbuk gergaji, tunggul karet dan tumpukan tandan kosong kelapa sawit.
Kemampuan kumbang betina yang dapat menghasilkan 50 telur sangatlah mengkhawatirkan karena kumbang tanduk dewasa mempunyai daya rusak sangat hebat. Telur ini akan menetas dalam waktu 8-12 hari untuk menghasilkan larva. Setelah itu, barulah larva menjadi pupa yang selanjutnya akan menjadi kumbang dewasa.
Walaupun siklus hidup kumbang tanduk hanya 8-9 bulan tetapi efek kerusakan hama ini dapat membuat masa produksi tanaman tertunda satu tahun. Bambang Supriadi, Product Development Officer PT Dharma Guna Wibawa, mengatakan identifikasi kerusakan tanaman akibat kumbang tanduk dapat terlihat dari pelepah tanaman yang masih berbentuk pucuk mulai berbentuk kipas.
Dalam situs kliniksawit.com, makanan kumbang dewasa berupa tajuk tanaman dengan cara menggerek lewat pangkal batang sampai titik tumbuh. Sehingga daun akan terbuka membentuk huruf V. Serangan kumbang yang terus menerus akan mengakibatkan kematian dan rentan dimasuki kumbang atau bakteri lain yang menyebabkan pembusukan berkelanjutan.
Saat ini pun, kumbang tanduk mulai dapat hidup di tanaman menghasilkan (TM)karena keberadaan pengaturan tandan kosong dan fibre di lahan yang kurang bagus. Di PTPN XIII pada tahun kemarin, dalam website perusahaan dijelaskan serangan hama kumbang tanduk terjadi di lahan seluas 42 hektare di kebun Pelaihari. Penyebabnya, serangan kumbang tanduk ini disebabkan penebaran tandan kosong (tankos) dan fibre di areal Tanaman Menghasilkan (TM) yang terlalu tebal. Penebaran tankos yang tebalnya antara lima hingga enam lapis menjadi media yang nyaman buat kumbang tanduk berkembang biak.
Berdasarkan pengalaman Rusmanto, Manager Riset dan Pengembangan PT Biotis Agrindo, tanaman sawit yang telah menghasilkan dapat pula terserang , bisa disebabkan serangan hama yang berasal dari kebun sawit dari milik tetangga. Sebab, kumbang tanduk dapat terbang.
Muhammad Sofian mengatakan pengendalian terbaik dari setiap hama kumbang tanduk lewat best management practices. Khusus di areal replanting, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah untuk memusnahkan/eradikasi sumber populasi kumbang tanduk. Selanjutnya, semua rumpukan batang kelapa sawit mati diupayakan segera ditutup dengan kacangan penutup tanah secepatnya.
“Tak lupa, mesti dilakukan monitoring berkala serangan kumbang tanduk pada tanaman muda dengan hand picking (manual),” kata dia.
Sementara itu, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, seperti dikutip dari Kliniksawit.com menyebutkan saat ini telah berhasil mensintesa feromon agregat untuk menarik kumbang jantan maupun betina. Feromon agregat iniberguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai perangkap massal.
Kemudian dijelaskan kembali, pemerangkapan kumbang O. rhinoceros dengan menggunakan ferotrap terdiri atas satu kantong feromon sintetik (Etil-4 metil oktanoate) yang digantungkan dalam ember plastik kapasitas 12 l. Tutup ember plastik diletakkan terbalik dan dilubangi 5 buah dengan diameter 55 mm. Pada dasar ember plastik dibuat 5 lubang dengan diameter 2 mm untuk pembuangan air hujan. Ferotrap tersebut kemudian digantungkan pada tiang kayu setinggi 4 m dan dipasang di dalam areal kelapa sawit. Selain ember plastik dapat juga digunakan perangkap PVC diameter 10 cm, panjang 2 m. Satu kantong feromon sintetik dapat digunakan selama 2-3 bulan. Setiap dua minggu dilakukan pengumpulan kumbang yang terperangkap dan dibunuh.
Rusmanto mengakui feromon memang berguna untuk menjebak kumbang jantan sehingga dapat mengurangi aktivitas kawin dengan kumbang betina. Sehingga dapat menekan jumlah telur yang dihasilkan. Nantinya, kumbang jantan yang terjebak dalam ember plastik ditangkap secara manual.
Faktor paling utama, pelaku sawit diminta aktif mencegah berkembangnya kumbang tanduk semenjak mulai dari larva. Misalkan saja, kata Rusmanto, tempat berkembang biaknya kumbang tanduk seperti batang sawit membusuk, rumpukan batang, sisa pencacahan batang dengan cara disemprot insektisida. “Memang bisa saja sisa pencacahan batang atau tandan kosong dikubur tetapi itukan biayanya cukup mahal,” kata Rusmanto.
Kegiatan pencegahan yang baik wajar untuk dapat dilakukan karena kemampuan bertelur kumbang betina sangatlah tinggi. Untuk itu, pengendalian manual dan kimiawi dapat dilakukan secara bersama-sama sehingga jumlah kumbang tanduk dapat ditekan. (Qayuum Amri)