Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) sangat mengapresiasi bersatunya Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Kerajaan Malaysia untuk melawan diskriminasi kelapa sawit yang dilakukan Uni Eropa (UE), Australia, dan Oseania. Kolaborasi ini gebrakan nyata awal tahun.
Cukup sudah sawit dipermainkan oleh negara-negara yang sesungguhnya negara negera tersebut tidak bisa hidup tanpa minyak sawit. Lihat saja statistik ekspor CPO 2017-2020 ke Eropa dan negara-negara yang suka ribut dengan sawit. Trend permintaan CPO dan produk turunannya cenderung naik. Silih berganti jurus dan modus mereka buat dengan kucuran dana yang tidak sedikit dari lembaga donor internasional untuk menyerang sawit. Jika sawit bisa tumbuh di Uni Eropa maka yang terjadi justru sebaliknya, mereka akan mengatakan sawit adalah penyelamat ekologi dan menekan efek rumah kaca.
Pertemuan Summit Indonesia 2021 yang diselenggarakan oleh media group news dengan tema “EBT : Green and Clean” pada akhir Januari lalu telah menggemparkan dunia. Dalam pertemuan ini bahwa sawit adalah penyumbang O2 dan penyerap CO2 paling efektif di dunia. Isu ini yang selalu diributkan mereka bahwa sawit tidak ramah lingkungan. Tidak ada tanaman yang sebegitu lengkap dalam capaian SDG’s. Dari 17 poin di dalam SDG’s dapat terpenuhi di dalam kelapa sawit.
APKASINDO sudah menggugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) terkait arahan energi terbarukan II atau Renewable Energy Directives II (RED II) yang dinilai mendiskriminasi kelapa sawit. Gugatan ini dalam bentuk peninjauan kembali (judicial review) kepada Pengadilan Uni Eropa untuk pembatalan Directive (EU) 2018/2001 (RED II) dan tambahannya sebagaimana tercantum dalam Supplementing Directive 2018/2001 (Delegated Act) (“ Klaim ”), sesuai dengan konstitusi Uni Eropa
Sebelum gugatan JR tersebut, APKASINDO terlebih dahulu menyurati Presiden Parlemen UE bulan April tahun 2019 lalu perihal peran 41% Petani sawit dalam ekonomi kelapa sawit Indonesia, karena salah satu tuduhan UE juga selalu mengatakan bahwa sawit Indonesia hanya diusahakan korporasi. Setelah itu, Apkasindo bersama Pak Luhut Panjatain, Menko Kemaritiman dan Investasi sudah melakukan kunjungan diplomasi ke Vatikan yang diwakili oleh Sekjen DPP APKASINDO. Hasilnya luar biasa yaitu penundaan RED II. Dan saya sendiri sudah pernah ditugaskan ikut misi dagang internasional ke Zurich dan Madrit. Ini sebagian kecil bentuk peran petani sawit dalam melawan kampanye negatif sawit Indonesia.
Saya melihat kita jauh lebih baik perihal lingkungan dari negara-negara pembenci sawit ini, hanya kita tidak pandai saja memainkan kampanye tentang hebatnya Indonesia menjaga lingkungan.
Indonesia nomor dua tutupan hutannya terluas di dunia setelah Brazil. Keunggulan ini belum pernah dikampanyekan? Dan bagaimana kebaikan dari sawit menjaga lingkungan dan SDG’s pada 2021 ini? APKASINDO meminta BPDPKS harus sungguh-sungguh menjalankan salah satu Fungsi BPDPKS, yaitu kampanye positif sawit. Jangan tidur lagi perihal ini.
Asosiasi Petani Internasional sudah beberapa kali melakukan pertemuan dari Indonesia diwakili oleh DPP APKASINDO yang diselenggarakan oleh CPOPC (Organisasi negara-negara produsen kelapa sawit). Semua asosiasi petani sawit dari beberapa negara tadi sepakat untuk berkampanye melawan kampanye negatif sawit. Dan salah satu buah hasil pertemuan tersebut, telah berdiri FORMASI INDONESIA (Forum Mahasiswa Sawit Indonesia), yang sudah di isi 78 kampus mendaftar sebagai bagian dari Formasi Indonesia, dalam waktu dekat akan mendklerasikan FORMASI Indonesia.
Justru sebenarnya petani sawit Indonesia menganggap bahwa pembenci sawit itu tumbuh subur di Indonesia. Paling memprihatinkan justru berasal dari “pembantu-pembantu Presiden/Wapres”. Lihat saja di RPP Cipta Kerja betapa luar biasa gencar terstruktur, sistematis dan massif pembantu presiden ini mendiskreditkan dan menganaktirikan sawit dengan berbagai pasal-pasal mematikan di dalam RPP Cipta Kerja. Dan kalau pasal-pasal mematikan ini dipaksakan maka investasi petani akan sia-sia di saat pemerintah sibuk menggaet investor asing. Para petani akan rugi ribuan triliun serta pengangguran akan membludak 21 juta orang. Faktanya 78% sawit petani masih terjebak dalam kawasan hutan yang sudah tidak berhutan (meminjam istilah Prof Dr Yanto Santoso).
Apabila mundur lagi ke belakang, bisa dikatakan sawit sepertinya “diharamkan” oleh salah satu kementerian dan ini sudah berlangsung cukup lama. Pejabat-pejabatnya sengaja menggoreng-goreng ini dengan berlindung pada materi kampanye negatif sawit. Presiden dan Wapres harus gerak cepat mem “phase out” pejabat negara yang masih berprilaku seperti ini, harus segera di replanting.
Harusnya mereka sadar bahwa Presiden Jokowi sejak periode pertama sampai saat ini selalu berbicara sawit dan petani sawit. Apalagi sawit dan turunannya sudah masuk ke program strategis nasional seperti Program B30 (kemandirian energi). Statemen keras Presiden Jokowi saat Rakor Pembangunan Pertanian baru-baru ini, PSR dan terakhir Wapres dengan Santripreneur UKMK Berbasis Sawit.
Harusnya Pembantu Presiden bisa memahami kemana arah kebijakan Presiden/Wapres. Bukan malahan membuat visi dan misi sendiri-sendiri. Sepengetahuan kami petani bahwa yang ada itu visi dan misi Presiden/Wapres, dan para pembantunya wajib mensukseskannya. Yang paling tragisnya justru pembantu presiden ini mempekerjakan NGO Luar Negeri yang dibiayai oleh lembaga donor dari negara yang membenci sawit. Sepertinya, Presiden berjalan sendiri dalam hal memajukan sawit Indonesia.
Data BPS 2021 yang baru diluncurkan bahwa provinsi penghasil sawit berada di posisi terbaik perekonomiannya terkhusus NTP. Apalagi saat dampak pandemi covid 19, hal ini bisa menjadi acuan para pembantu Presiden bukan malah memunculkan pasal-pasal mematikan sawit dalam RPP Cipta Kerja. Dan terakhir Kanwil Riau Bank Indonesia memaparkan bahwa Riau salah satu Provinsi yang ekonominya 39% tergantung ke ekonomi sawit, terutama masa susah sebagai dampak covid ekonomi, pertumbuhan ekonomi Riau masih positif.
Sawit itu adalah KITA, sawit itu Anugerah terindah buat Indonesia, karena bisa tumbuh subur dan menjaga ekonomi Indonesia. Sawit sudah dua kali menjadi Pahlawan Ekonomi Indonesia. Pertama saat krisis moneter 1998 dan kedua tahun lalu 2020 saat awal munculnya Covid 19. Haruskah Presiden dan Wakil Presiden berjalan sendiri di 2021 ?
Penulis : Dr. (c) Ir Gulat ME Manurung, MP, Ketua Umum DPP APKASINDO