JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkomitmen turut berkontribusi dalam target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada sektor kehutanan tahun 2030 atau yang dikenal dengan Indonesian Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030.
Untuk itu BRIN melalui Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE), Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan saat ini fokus pada penentuan instrumen atau metode yang tepat untuk aspek pengukuran dan pemantauannya sebagai implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Hal ini disampaikan Kepala PREE BRIN Anang Setiawan Achmadi pada Jamming Session seri ke-14 dengan topik “Penguatan Data dan Sains untuk Mendukung Implementasi Indonesia FOLU Net-Sink 2030”, Jumat (29/9).
“Salah satu upaya pengendalian emisi GRK, Pemerintah telah menyelenggarakan NEK berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021. NEK adalah alat penting dalam mendukung implementasi kebijakan perubahan iklim, investasi, dan praktik bisnis yang berkelanjutan,” ujarnya.
Anang menambahkan perlunya sistem Measurement Reporting Verification (MRV) untuk memastikan pengukuran atau pemantauan yang dapat diandalkan. Terutama terkait perubahan karbon dan stok karbon, sehingga menghasilkan data serta informasi yang transparan, akurat, lengkap, dapat dibandingkan, dan konsisten.
Sementara itu, Peneliti Ahli Madya PREE BRIN Wahyu Catur Adinugroho mencontohkan implementasi MRV di hutan terdegradasi, yang menurutnya data mengenai perubahan kuantitatif terkait degradasi hutan masih terbatas.
“Kategori degradasi hutan di Indonesia terutama perubahan hutan primer menjadi hutan sekunder. Pemantauan dan pelaporan emisi dari degradasi hutan ini masih rendah. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di banyak negara berkembang,” ungkapnya.
Wahyu menambahkan proses pemantauan degradasi hutan di beberapa kawasan di Indonesia yang saat ini dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka, analisis spasial, dan survei lapangan untuk mengumpulkan data. Analisis spasial misalnya menggunakan Google Earth Engine, cara overlay, raster calculator, maupun webgis.
Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh peta biomassa dan peta kerapatan tajuk untuk aspek data deteksi dan dinamika spasial degradasi hutan. Perubahan peta biomassa dan kerapatan tajuk merupakan proksi untuk menemukan degradasi hutan dan perhitungan emisinya.
Selain itu data stok karbon di hutan primer, hutan sekunder tebangan, hingga hutan sekunder terbakar berhasil didapatkan. Data ini merupakan hasil pengukuran di lapangaan berupa dinamika biomassa tegakan hutan terdegradasi.
“Melalui hasil penelitian ini, kami membuat model kuantifikasi emisi GRK dari degradasi hutan. Model ini kemudian dibuat aplikasi Forest Canopy Density GEE. Untuk monitoring, kami sudah membangun sistem informasi dan monitoring dari pengembangan model kuantifikasi emisi GRK dari degradasi hutan di wilayah IKN dan sekitarnya atau disingkat SIMONIK,” pungkasnya.