Hampir 34% perkebunan sawit Indonesia berada di Kalimantan. Pertumbuhan sektor hulu akan dibarengi industri hilir, seiring pembangunan infrastruktur. Dapat menjadi penggerak ekonomi Indonesia Timur.
Peluang pembangunan ekonomi sumber daya alam berbasis sawit menjadi topik bahasan utama Borneo Forum III. Kegiatan ini menjadi agenda rutin Gabungan Produsen Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang se-Kalimantan. Tahun ini, Borneo Forum bertempat di Pontianak, Kalimantan Barat.
Borneo Forum III tahun ini membawa angin segar bagi industri sawit di Kalimantan. Dihadiri Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Pertanian, Musdhalifah Machmud serta pemimpin daerah Kalimantan: Gubernur Kalbar, Sutarmidji, Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi, dan Ria Norsan, Wakil Gubernur Kalimantan Barat.
“Kelapa sawit merupakan komoditi nomor satu yang mampu bertahan lama dan sangat penting bagi sumber devisa negara. Kita akan tetap perjuangkan untuk menjadi komoditi yang terbaik. Disinilah Kalimantan posisinya menjadi penting karena 34% perkebunan sawit berada di wilayah ini (Kalimantan). Jika tidak ada Kalimantan Borneo akan kehilangan sekian banyak kontribusinya bagi negara,” kata Musdhalifah Machmud.
Musdhalifah mendukung pelaksanaan Borneo Forum sebagai upaya meningkatkan kepentingan komoditi ekspor sawit Indonesia. Selain itu, dia menyoroti industri sawit Indonesia yang menerima perlakuan diskriminasi di pasar global. Oleh karena itu, pemerintah berencana menjalankan kampanye untuk melawan diskriminasi tersebut. “Kita siapkan dua langkah untuk mengajukan gugatan ke WTO. Tentunya ini butuh proses ke depannya,” ujar Musdalifah.
Sementara itu, Ketua Panitia Borneo Forum III Agus Sumasto mengatakan perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan berkembang pesat mencapai 4,3 juta hektare sampai 2018.
“Sebagai sentra sawit, terdapat 35% dari 12,3 juta hektare di luas areal sawit nasional. Peranan strategis sawit di Kalimantan dalam mendulang devisa negara diharapkan mampu menopang pilar ekonomi nasional maupun regional,” pungkas Agus .
Dalam pembukaan kegiatan, Gubernur Kalimantan Barat, H. Sutarmidji, S.H., M.Hum, menyatakan perusahaan perlu mengoptimalkan pembangunan di sekitar kebun untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Peranan ini sangat dibutuhkan supaya masyarakat tidak mendapatkan gangguan dari LSM/NGO.
“Kalau perusahaan bangun infrastrukturnya baik. Masyarakat akan menjaga. Tapi kalau sebaliknya, masyarakat mudah diprovokasi. Banyak perusahaan belum menjala,” ujar Sutarmidji.
Gubernur Sutarmidji ingin perusahaan taat aturan dan regulasi. Termasuk menjalankan program CSR di desa sekitar perkebunan masyarakat. Dirinya menginginkan perusahaan terlibat meningkatkan kategori desa di Kalimantan Barat menjadi desa mandiri.
“Saat ini, baru ada satu desa mandiri di Desa Sutra Kabupaten Kayong Utara. Sementara desa tertinggal di Kalbar berjumlah 378 desa,” jelasnya.
Dia pun mengusulkan supaya ada pelabuhan ekspor sawit di Kalimantan Barat. Tujuannya supaya daerah mendapatkan pemasukan dari hasil ekspor. “Kalbar tidak punya pelabuhan untuk pintu ekspor. Harus ada bagian dari daerah penghasil (sawit). Tanpa insentif tidak mungkin koordinasi baik,” paparnya.
Sutarmidji menegaskan akan melawan kampanye negatif sawit karena selama ini tidak ada kepentingan apapun. Syaratnya, perusahaan mematuhi aturan daerah dan berkontribusi bagi masyarakat sekitar. “Saya ini bekerja dan melayani masyarakat. Maka, saya minta perusahaan ikut terlibat,” jelasnya.
Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi mengatakan disamping serapan tenaga kerja, sektor perkebunan menjadi andalan dalam percepatan pencapaian desa berlistrik. Dimana dari subsektor ini dapat dikembangkan energi baru terbarukan khususnya pemanfaatan biomassa dan limbah cair.