Luasan lahan tanaman bioteknologi terus bertambah. Teknologi ini mampu menekan angka kelaparan, malnutrisi dan perubahan iklim
Di era modern terjadi ketidakseimbangan antara bertambahnya populasi dan pertumbuhan pangan. Karena itu, bioteknologi pertanian dengan pengembangan teknologi di bidang pertanian diharapkan dapat memenuhi kebutuhan manusia yang semakin lama semakin meningkat.
Caranya dengan inovasi di dalam berbudidaya tumbuhan agar mendapat hasil yang melimpah, kualitas yang bagus, bibit yang sehat dan baik serta produktivitas tanaman yang relatif cepat untuk di panen.
Pada 2018, Global Status of Commercialized Biotech (ISAAA Brief 54) dirilis oleh International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA), 26 negara (21 negara berkembang dan 5 negara industri) menanam di lahan seluas 191,7 juta hektar tanaman Bioteknologi atau bertambah 1,9 juta hektar pada 2017. Hal ini mengindikasikan tanaman rekayasa generik terus membantu memenuhi tantangan global seperti kelaparan, malnutrisi dan perubahan iklim.
Pada tahun lalu, seperti dilaporkan dalam State of Food Security and Nutrition in the World oleh PBB, kelaparan meningkat dari tahun ke tahun selama tiga tahun berturut-turut pada tingkat yang setara dengan angka untuk satu decade yang lalu.
Selanjutnya, Global Report on Food Crisis 2017 juga mengungkapkan kelaparan dan malnutrisi terus meningkat dengan sekitar 108 juta orang di 48 negara berisiko atau dalam kerawanan pangan yang parah. Untuk menjawab persoalan tersebut tanaman bioteknologi, dikembangkan dengan sifat yang ditingkatkan antara lain peningkatan hasil, lebih tahan terhadap hama, dan peningkatan nutrisi. Hal ini diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan global yang mempengaruhi kehidupan banyak orang secara global.
Ketua Dewan ISAAA, Dr. Paul S. Teng, mengutarakan teknologi rekayasa genetik (RG) telah berkontribusi pada ketahanan pangan dalam banyak aspek. Dengan meningkatkan hasil dan mengurangi kerugian, tanaman ini berkontribusi pada ketersedian pangan untuk lebih banyak keluarga.
“Dengan memungkinkan petani untuk meningkatkan proses dan bergabung dengan rantai pasokan modern, hal ini meningkatkan akses fisik terhadap pangan. Melalui standar ketat tentang keamanan pangan, tanaman biotek berkontribusi pada penyediaan pangan yang lebih baik,” ujarnya
Meskipun bioteknologi pertanian bukan satu-satunya kunci dalam meningkatkan ketahanan pangan global. Namun, pengembangan pertanian untuk memenuhi kebutuhah berbais teknologi pertanian menjadi instrumen penting dalam tataran multi-displin.
Tercatat, lahan budidaya tanaman bioteknologi telah meningkat hampir 113 kali lipat sejak 1996, dengan luas kumulatif sekitar 2,5 miliar hektar yang menunjukkan bioteknologi adalah teknologi tanaman yang paling cepat diadopsi di dunia. Di negara-negara dengan adopsi tinggi terutama Amerika Serikat (AS), Brasil, Argentina, Kanada, dan India tingkat adopsi tanaman utama mendekati 100% yang menunjukkan petani lebih menyukai teknologi tanaman ini dibanding varietas konvensional.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 95)