Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan penggunaan campuran biodiesel 30% atau B30 di penghujung Desember 2019. Pemerintah berharap impor BBM ditekan dan konsumsi sawit di dalam negeri bertambah.
“Apakah kita mau keluar dari rezim impor (BBM) atau tidak. Jangan-jangan masih ada di antara kita yang masih suka impor, impor BBM,” sindir Presiden RI Joko Widodo dalam peresmian implementasi penerapan program biodiesel 30 persen atau B30 di SPBU Pertamina Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan di penghujung 2019.
Jokowi menjelaskan bahwa impor BBM akan ditekan melalui peningkatan program B30. Selanjutnya akan terus diperbesar menjadi B40, B50 sampai B100. Dalam kacamata presiden kelahiran Solo ini, penggunaan biodiesel ini salah satu solusi untuk mengurangi defisit neraca dagang dari impor BBM.
Saat pertama kali menjabat presiden RI pada 2014, Jokowi menyampaikan komitmennya untuk melawan mafia impor migas. Salah satu hasilnya adalah pembubaran Petral. Dalam Pembukaan Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), ia mengancam pihak-pihak di belakang tingginya impor minyak yang mencapai 800 ribu per barel.
“Minyak hobinya impor, karena apa? (Impor) untungnya gede. Akibatnya, transformasi ekonomi di negara kita ini mandek gara-gara ini. Rencana pembangunan lima kilang (minyak) di Indonesia tidak selesai-selesai. Tidak ada yang jalan, janji-janji saja,” tegas Jokowi.
Presiden Jokowi menyebut bahwa pelaksanaan program B30 akan diawasi dari hari ke hari. Ia pun menilai bahwa program pencampuran biodiesel dengan bahan bakar nabati ini tidak cukup berhenti di B30 saja.
“Bagi saya tidak cukup hanya sampai ke B30, tapi saya sudah perintah lagi kepada Menteri dan Dirut Pertamina untuk masuk nanti tahun depan ke B40 dan awal 2021 juga masuk ke B50,” kata Presiden.
Peresmian ini dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Selain itu, tampak hadir Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, dan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama.
Presiden Jokowi menyatakan terdapat tiga alasan lahirnya program B30. Pertama, kita berusaha untuk mencari sumber-sumber energi baru terbarukan, energi terbarukan, dan kita harus melepaskan diri dari ketergantungan pada energi fosil yang kita sadar suatu saat pasti akan habis. Pengembangan energi baru terbarukan juga membuktikan komitmen kita untuk menjaga planet bumi, menjaga energi bersih, dengan menurunkan emisi gas karbon dan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Ini adalah energi bersih.
Yang kedua, kita tahu ketergantungan kita pada impor BBM, termasuk di dalamnya solar, ini cukup tinggi, sementara di sisi lain kita juga merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia. Dengan potensi sawit sebesar itu kita punya banyak sumber bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar solar. Potensi itu harus kita manfaatkan untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional kita. Usaha-usaha untuk mengurangi impor, khususnya solar, harus terus dilakukan dengan serius. Kalkulasinya jika kita konsisten menerapkan B30 ini akan dihemat devisa kurang lebih Rp63 triliun, jumlah yang sangat besar sekali.
Yang ketiga, yang tidak kalah pentingnya, penerapan B30 juga akan menciptakan permintaan domestik akan CPO yang sangat besar. Selanjutnya menimbulkan multiplier effect terhadap 16,5 juta petani pekebun kelapa sawit kita. Ini artinya Program B30 akan berdampak pada para pekebun kecil maupun menengah, petani rakyat yang selama ini memproduksi sawit, serta para pekerja yang bekerja di pabrik-pabrik kelapa sawit. Selain itu, Program B30 nantinya, setelah masuk nanti ke B40, ke B50, dan nanti ke B100, akan tidak mudah kita untuk ditekan-tekan lagi oleh negara manapun, terutama melalui kampanye negatif yang dilakukan beberapa negara terhadap ekspor CPO kita, karena kita memiliki pasar dalam negeri yang sangat besar.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 99)