JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Peredaran benih sawit illegitim (tidak bersertifikat/palsu) melalui perdagangan online semakin marak dan sulit dikendalikan. Forum Kerjasama Produsen Benih Kelapa Sawit Indonesia (FKPB-KS) mencatat peredaran benih sawit illegal di toko online mencapai 87,563 juta kecambah. Jumlah ini berasal dari penjualan 87.563 pax benih (1 pax= 100 kecambah).
Data ini diperoleh dengan pencarian kata kunci pencarian “benih sawit unggul” di salah satu platform e-commerce terbesar di Indonesia. Namun, jumlah benih sawit yang palsu yang beredar diperkirakan masih banyak apabila menggunakan kata kunci pencarian lainnya.
“Dengan asumsi harga kecambah illegal yang dijual di e-commerce Rp 8000 per kecambah. Kami perkirakan potensi kerugian yang dialami pembeli mencapai Rp 700,5 miliar,” ujar Dr. Dwi Asmono, Ketua Forum Kerjasama Produsen Benih Kelapa Sawit Indonesia, dalam diskusi bertemakan “Mencari Solusi Peredaran Benih Illegal di Platform Digital” yang diselenggarakan Majalah Agrina, Rabu (5 April 2023).
Dwi Asmono menjelaskan lokasi penjualan benih illegitim di market place berasal dari Lampung (80%), Sumatera Utara (15%), dan Sumatera Barat (5%). Dengan asumsi penanaman 1 ha lahan butuh 200 bibit sawit, potensi tersebut persebaran benih illegitim ini telah menjangkau 437.817 ha.
“Paling terkena dampaknya adalah petani swadaya yang berimbas kepada produksinya. Jadi, masalah ini yang menyebabkan gap produksi dengan perusahaan,” jelasnya.
Gunawan, Direktur Perbenihan Perkebunan Kementerian Pertanian RI, mengatakan benih sawit ilegitim memberikan dampak negatif antara lain tanaman lambat berbuah, produksi rendah, proses pengolahan TBS tidak efisien, kerugian finansial dan ekonomi.
“Pemahaman investasi perkebunan belum seluruhnya dipahami pekebun. Maka harus dipastikan, petani memakai benih bersertifikat dan terbaik,” kata Gunawan.
“Selain itu, pasar penjualan benih sawit di online harus sama dengan di outlet. Jadi, tidak boleh ada benih illegitim beredar di toko online sebagaimana merujuk aturan pemerintah yang ada,” ujarnya.
Senada dengan Gunawan. Ronny Salomo Maresa, Ketua Tim Bidang Distribusi Langsung dan Waralaba, Kementerian Perdagangan RI menjelaskan bahwa Perdagangan Melalui Sistem Elektronik wajib memenuhi persyaratan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasal 11, peraturan pemerintah Nomor 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam PMSE, dikatakan Ronny, apabila belum ada ketentuan sektoral yang mengatur ketentuan online sektor tersebut, maka semua ketentuan offline sesuai ketentuan perundang-undangan tetap berlaku. Hal ini mengacu kepada larangan peredaran benih unggul non sertifikat sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2019 mengenai sistem budidaya pertanian.
Dalam pasal Pasal 29 ayat (4) UU Nomor 22/2019 diterangkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan Varietas hasil pemuliaan dan introduksi yang belum dilepas. Berikutnya dalam Pasal 30 ayat (4) dijelaskan setiap orang dilarang mengedarkan benih unggul yang tidak sesuai dengan standar mutu, tidak bersertifikat, dan/atau tidak berlabel
Pratita Mantovani- Head of Public Policy and Government Relations Asosiasi E-Commerce Indonesia menjelaskan anggotanya siap bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk mengawasi peredaran benih sawit palsu dan non sertifikat.
“Karena di online merchant sudah ditegaskan bahwa penjual tidak boleh mendagangkan produk yang dilarang berdasarkan regulasi pemerintah. Kami siap bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk mengetahui mana benih legal dan palsu yang dilarang diperjualbelikan,” ujarnya.
Menurutnya, anggota IDEA telah memiliki mekanisme takedown terhadap barang yang dilarang sesuai regulasi pemerintah. Sebagai contoh, IDEA telah bekerjasama dengan BPOM RI dalam hal pengawasan dan pembinaan sejak 2019 dan telah melakukan perpanjangan pada 2021. Barang-Barang yang akan terkena take down berdasarkan pengawasan BPOM antara lain tidak ada izin edar, iklan yang overclaim atau berlebihan, bahasa-bahasa yang dilarang, dan melanggar norma.