Dengan surplus lebih dari 60 juta butir , Indonesia berpeluang mengisi kebutuhan benih sawit dunia. Suplai benih ini dapat ditujukan untuk kawasan Afrika Barat dan Amerika Latin yang sedang ekspansif membuka perkebunan sawit. Namun, eksportir benih merasa dukungan pemerintah belum optimal khususnya perizinan.
Kebutuhan industri minyak makan yang kian meningkat menjadi peluang bagi produsen minyak sawit untuk memenuhi permintaan global. Bukan hanya dimakan, industri bahan bakar memilih minyak sawit sebagai alternatif pengganti minyak fosil. Oil World mencatat konsumsi CPO dunia tumbuh 5,6% menjadi 49,15 juta ton pada 2011, dibandingkan tahun 2010 sebesar 46,56 juta ton. Kenaikan permintaan ini dapat diimbangi dengan produksi CPO dunia yang mencapai 50,18 juta ton pada 2011, yang naik 9,4% dari tahun sebelumnya berjumlah 49,06 juta ton.
Achmad Mangga Barani, Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan menjelaskan penjualan benih sawit di luar negeri sudah berjalan lama terutama ditujukan memenuhi permintaan dari negara di Afrika. Tingginya minat Afrika karena gencarnya pembukaan perkebunan sawit oleh investor skala besar dari Malaysia dan Indonesia.
Bukan hanya Afrika, negara di kawasan Amerika Latin seperti Brazil dan Kolombia sangat ekspansif mengembangkan perkebunan sawit. Achmad Mangga Barani mencontohkan pemerintah Brazil siap menyediakan lahan seluas 5 juta hektare untuk perkebunan sawit. Kondisi ini merupakan peluang untuk meningkatkan penjualan ekspor benih sawit nasional. “Umumnya, benih yang diekspor itu akan digunakan perusahaan sawit karena sudah memperoleh lahan di luar negeri,” ujar dia.
Saat ini, perusahaan sawit skala besar telah terintegrasi dengan bisnis benih sawit yang dijadikan sebagai anak usaha atau terafiliasi. Sebut saja, Grup Wilmar yang merupakan induk dari PT Tania Selatan, Grup Indofood menguasai PT PP London Sumatera Tbk, PT Sampoerna Agro Tbk membawahi PT Bina Sawit Makmur, Sinarmas Agro memiliki PT Dami Mas Sejahtera.
Eko Dermawan, Seed Sales & Marketing Manager PT Socfin Indonesia, menuturkan Indonesia memiliki peluang besar sebagai supplier benih kelapa sawit dunia, karena selain memiliki kapasitas produksi yang besar juga memiliki genetic resources dan varietas yang beragam.
Tercatat, sudah ada 34 varietas yang dihasilkan 10 produsen benih sawit nasional. Mereka adalah Pusat Penelitian Kelapa Sawit, PT Socfin Indonesia,PT PP London Sumatera Tbk, PT Bina Sawit Makmur, PT Tunggal Yunus Estate, PT Dami Mas Sejahtera , PT Tania Selatan, PT Bakti Tani Nusantara, PT Sasaran Ehsan Mekarsari, dan PT Sarana Inti Pratama .
Direktorat Jenderal Perkebunan mencatat potensi produksi benih sebanyak 224,2 juta butir. Dari jumlah tersebut, produksi benih kelapa sawit tahun ini berjumlah 175 juta butir pada tahun ini. Estimasi kebutuhan benih tahun ini diperkirakan mencapai 111,4 juta butir yang terdiri dari 43 juta butir untuk perluasan lahan 215 ribu hektare. Sisanya 68,4 juta butir dipergunakan bagi peremajaan tanaman (replanting) seluas 342 ribu hektare.
Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, mengatakan kebutuhan benih tahun ini sudah dapat tercukupi dari produksi dalam negeri. Sehingga terdapat surplus benih 63,6 juta butir yang dapat dipergunakan bagi kepentingan ekspor.
Per 8 Juni 2012, Direktorat Jenderal Perkebunan telah mengeluarkan surat izin ekspor benih sawit berjumlah 4,935 juta butir untuk lima negara antara lain Nigeria, Kamerun, Sierra Leonne, Pantai Gading, Liberia, dan Gabon. Izin ekspor dikeluarkan untuk dua perusahaan yakni PT Socfin Indonesia dan PT Tania Selatan.
Eko Dermawan mengatakan tahun ini jumlah ekspor benih Socfindo akan terus meningkat karena pertumbuhan luas lahan di negara tujuan ekspor seperti Amerika Selatan, Afrika Barat, dan Asia Tenggara.
PT Dami Mas Sejahtera termasuk produsen yang menjajaki ekspor benih ke beberapa negara Afrika. Tony Liwang, Direktur PT Dami Mas Sejahtera, menyatakan jumlah benih yang diekspor belum dapat disebutkan karena masih tahap negosiasi. “Untuk saat ini, Indonesia merupakan produsen dan konsumen benih terbesar di dunia,”papar Tony Liwang kepada Sawit Indonesia.
Kendala ekspor
Walaupun, peluang Indonesia mengisi kebutuhan benih sawit global sangat tinggi tetapi dukungan pemerintah khususnya perizinan cenderung berbelit-belit. Tony Liwang mengeluhkan proses perizinan ekspor tidaklah mudah sehingga dapat merugikan produsen, karena daya tahan benih hanya mencapai satu minggu. Kalau benih terlalu lama tertahan di karantina akan mengakibatkan benih menjadi busuk dan kualitasnya turun ketika sampai di negara tujuan.
Dia meminta mekanisme perijinan dapat dipercepat supaya benih langsung diterima pembeli dari negara lain. Sebaiknya, kebijakan ekspor benih tidak disamakan dengan impor yang proses karantinanya sangat ketat.
Eko Dermawan mengatakan, kendala yang kerap dirasakan ketika melakukan ekspor benih sawit memang kerap berkutat pada tataran birokrasi yang lambat dalam hal adminitratif. Misalnya, pemenuhan seluruh dokumen-dokumen yang diharapkan bisa diterima sebelum proses pengiriman produk keluar negeri berlangsung selalu telat.
Gamal Nasir berjanji proses perizinan ekspor benih sawit tak perlu tunggu waktu lama minimal dalam satu minggu sudah keluar surat rekomendasi perizinan. Memang, selama ini pihaknya selalu berkoordinasi dengan Badan Karantina Pertanian untuk mengawasi benih yang masuk dan keluar dari Indonesia.
Permintaan dari Malaysia
Kendala lain berasal dari penerapan aturan di negara tujuan benih sawit Indonesia yang sangat memberatkan. Seperti Malaysia yang melarang benih komersial dari Indonesia masuk ke negaranya. Padahal, permintaan dari pelaku sawit Negara Jiran melalui Forum Benih Kelapa Sawit cukup besar untuk melakukan impor produk benih dari Indonesia. “Padahal selama ini, pemerintah Indonesia tidak pernah melarang benih impor dari Malaysia. Sebaliknya, Malaysia juga mesti bersikap sama,” ungkap Eko Dermawan.
Gamal mengatakan kemauan produsen benih nasional supaya produknya dapat menembus Malaysia, sedang diajukan lewat perjanjian bilateral. Untuk itu, pihaknya telah mendesak pemerintah Malaysia menandatangani kesepakatan bersama terkait perijinan impor benih dari Indonesia.“Sebelum ada kesepakatan, benih dari Malaysia untuk sementara waktu tidak dapat masuk Indonesia,” kata Gamal dengan tegas. (amri/hendro)