Asian Agri, perusahaan kelapa sawit Indonesia telah menerapkan mekanisasi untuk peningkatan produktivitas. Dalam kegiatan operasional di kebun dan pabrik kelapasawit (PKS), perusahaan menggunakan Bin Sistem untuk pengangkutan tandan buah segar (TBS) sawit dan palm cutter.
“Penerapan mekanisasi di Asian Agri bukan hal baru lagi. Sistem ini sudah berjalan dari tahun 1997, meski masih terbatas pada pembukaan lahan,” ungkap Omri Samosir Head Operations Asian Agri dalam diskusi webinar bertemakan “Mencapai Produktivitas Serta Efisiensi Tinggi Berbasis Mekanisasi Sawit”, pada Desember 2020.
Omri menyebutkan, dalam operasional sehari-hari di kebun perusahaan sudah menggunakan Bin Sistem dalam pengangkutan TBS. “Ini membantu kita terutama mengurangi tenaga kerja tukang muat TBS yang beratnya diatas 25 kilogram (kg), biasanya kita menghadapi kesulitan untuk mendapatkan tukang muat yang handal,” jelas dia.
Omri menambahkan, sekitar 40 persen areal kebun sawit Asian Agri sudah menggunakan Bin Sistem. “Ini dan efektif maupun efisien dalam meningkatkan produktivitas sawit dalam mengurangi biaya produksi,” kata dia.
Kedua, alat until pupuk mekanis karena pemupukan sangat krusial. “Jadi kita sangat perhatikan pemberian pupuk dengan jumlah yang sama untuk setiap pokok dalam waktu sama,” terang dia.
Ketiga, palm cutter salah satu mekanisasi yang diimplementasikan di semua medan. “Di beberapa tantangan dalam mekanisasi itu di lahan yang tidak datar atau berbukit. Tidak semua alat bisa digunakan di semua topografi lahan,” ungkap Omri.
Untuk meningkatkan produktivitas sawit, peremajaan kebun sawit (replanting) menjadi penting dilakukan. Saat ini rata-rata produktivitas tandan buah segar (TBS) nasional sekitar 40 ton/ha/tahun.
“Kita kalah dengan negara tetangga Malaysia, pada hal potensi lahan sawit yang ada ini bisa mecapai 90-100 ton/ha/tahun. Permasalahan kita sekitar 40 persen dari kebun sawit dikelola oleh rakyat atau sekitar 2,7 juta hektare (ha) memasuki masa replanting,” ungkap dia.
Pada 2015, pemerintah Indonesia mempelopori program peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan target sekitar 1 juta ha kebun sawit harus diremajakan. Untuk mendukung program ini dibutuhkan kemitraan antara perusahaan sawit dengan petani supaya dapat menghasilkan produksi sawit yang tinggi. “Bagaimana mau meningkatkan produktivitas kebun apa bila sebagian besar tanpa mekanisasi,” kata Omri.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan produktivitas sawit. Pertama, persiapan lahan dan penerapan mekanisasi yang tepat. Kedua, penggunaan bibit yang jelas dan teruji sebagai bibit unggul. Ketiga, pemberian nutrisi yang cukup dan seimbang.
Diamengungkapkan perusahaan telah menerapkan mekanisasi di perkebunan kelapa sawit ketika ada kebijakan membuka lahan tanpa bakar (zero burning) pada 1997. “Tantangan saat ini bagaimana kita meningkatkan produktivitas dengan pembatasan pembukaan lahan,” ujar dia.
Replanting menjadi krusial dan menjadi momentum terbaik bagi Asian Agri untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kelapa sawit. “Hampir 50 persen lahan yang dikelola oleh perusahaan dan petani topografinya berbukit dan penting penerapan mekanisasi yang tepat dalam pembukaan lahan sawit,” kata dia.
Asian Agri sudah bermitra dengan petani sekitar 30.000 kelapa keluarga (KK) atau seluas 60.000 ha. “Kemitraan petani dilakukan supaya replanting binaan Asian Agri dapat setara dengan kualitas perusahaan lakukan,” ujar Omri.
Dalam replanting, petani binaan menggunakan bibit unggul Topaz. Menurut dia, saat ini menjadi sangat penting supaya pada saat ditanam tanaman tidak produktif.
“Kita harus pastikan persiapan bibit yang akan kita tanam itu produktif karena satu pohon tidak produktif sama dengan mengurangi sekitar 0-7-0,8 persen dari total produksi kelapa sawit. Sehingga penggunaan bibit unggul dalam peningkatan produktivitas menjadi krusial,” jelas dia.
Kemudian dalam perawatan dan pemeliharaan kelapa sawit dibutuhkan nutrisi cukup dan seimbang. “Biaya paling tinggi adalah pemupukan. Disinilah salah satu kelemahan petani maupun perusahaan pada saat harga sawit drop, hal yang mudah dilakukan orang adalah tidak memupuk,” tandas Omri.
Padahal, kata dia, ini kunci untuk meningkatkan produktivitas lahan. Sekitar 60 persen biaya pemeliharaan, pemupukan dan ini sangat besar biayanya. “Petani jika harga TBS di bawah Rp 1.000 per kg apakah masih memungkinkan melakukan pemupukan,” ungkap dia.
Asian Agri mengajak petani plasma melakukan replanting melalui pola kemitraan karena produktivitas sawit petani mulai menurun akibat tanaman sudah berumur tua. “Hingga kini Asian Agri telah melakukan replanting 3.500 ha kebun petani plasma dengan mekanisasi seperti halnya perusahaan inti,” kata dia.
Alhasil replanting sawit petani plasma pertama di KUD Mulus Rahayu tahun 2016 sudah mampu memamen TBS sebesar 21 ton/ha. Tahun 2020 satu KUD Bina Usaha Baru juga telah panen TBS sekitar 21 ton/ha. “Tahun kedua ekspektasinya produksinya bisa mencapai 25 ton/ha,” ujar dia.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 112)