NUSA DUA, SAWIT INDONESIA – Pelaku industri sawit mengapresiasi pemerintah yang berkomitmen menerapkan mandatory biodiesel. Hal ini terbukti Pemerintah telah menerbitkan 18 peraturan dalam kurun waktu hanya tujuh bulan untuk mempercepat pelaksanaan subsidi biodiesel dalam program mandatory B15.
Arif P Rachmat, Direktur Utama PT Triputra Agro Persada, mengatakan pelaku sawit mengapresiasi langkah pemerintah yang semenjak bulan Agustus menerapkan pungutan CPO. Dana yang diambil pemerintah lewat pungutan ekspor produk CPO dan produk hilir sawit ini dipakai untk membiayai subsidi biodiesel, replanting, promosi dan SDM.
“Pemerintah telah membuat 18 aturan dalam tujuh bulan untuk biodiesel. Ini komitmen yang bagus,” ujar Arif sebagai pembicara IPOC 2016, di Nusa Dua, (26/7).
Menurutnya, kunci sukses mandatori biodiesel saat ini di tangan Pertamina. Pasalnya, BUMN plat merah ini menjadi offtaker biodiesel bersubsidi. Pemerintah sudah membuat aturan dengan menetapkan subsidi berdasarkan alokasi pro rata sesuai kapasitas terpasang.
“Selain itu, ada sanksi sebesar Rp 6,000 per liter. Dalam hal ini, Pertamina punya political will dan keinginan untuk mewujudkannya” jelas Arif.
Untuk saat ini, industri sawit paling terbaik dalam aspek sustainability dibandingkan minyak nabati lain. Arif mengatakan komoditas minyak nabati lain tidak punya standar keberlanjutan sebanyak sawit. Sebagai contoh di Indonesia ada ISPO dan Malaysia punya MSPO.
“Selain itu, dia mengusulkan supaya perusahan memberikan insentif kepada desa yang tidak ada kebakaran lahan. Misalkan saja diberikan insentif sebesar Rp 100 juta, ujarnya.
Untuk memastikan keberlanjutan pasokan bahan baku CPO untuk biodiesel, dia mengajukan solusi yang harus dilakukan sekarang adalah membantu replanting petani rakyat, yang selama ini terhambat oleh aspek permodalan.
“Solusinya, pemerintah bisa berikan kredit usaha rakyat untuk replanting karena target KUR tahun depan mencapai 100-130 triliun,” kata Arif.
Di tahun depan, kata Arif, penerapan mandatory biodiesel ini akan berpengaruh terhadap harga cpo menyusul penambahan konsumsi CPO untuk biodiesel. Diperkirakan tahun depan permintaan CPO Indonesia bisa tumbuh 1,9 juta ton. Sedangkan suplai diprediksi bisa turun 1,5 juta ton. “Ini berarti pasar telah bullish,” ujar Arif Rachmat.