PONTIANAK, SAWIT INDONESIA – Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan menggencarkan sosialisasi aplikasi Bank Benih Perkebunan (BabeBUN) untuk mendukung akselerasi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Aplikasi ini akan mempermudah kerja petani sawit untuk mengakses benih sawit unggul dan berkualitas dari 19 produsen.
“Aplikasi Babebun PSR dikembangkan untuk membangun transparansi dan ketelusuran benih untuk program peremajaan. Dimana proses penyediaan benih mulai dari kecambah, pembesaran, penyaluran dapat dipantau,” ujar Direktur Perbenihan Perkebunan, Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gunawan dalam Pertemuan Koordinasi Pemantapan Penyediaan Dan Pengawasan Peredaran Benih Kelapa Sawit Se- Kalimantan Di Pontianak, Kamis (27 Juli 2023).
Dikatakan Gunawan, petani dapat mengakses benih kelapa sawit langsung kepada 19 sumber benih sawit yang telah menghasilkan 70 varietas benih unggul. Selanjutnya, terdapat 216 produsen benih pembesaran yang tersebar di seluruh Indonesia.
Aplikasi babebun PSR dapat menjamin ketersediaan 11 juta batang bibit kelapa bersertifikat dari 37 penangkar. Gunawan menjelaskan bahwa aplikasi ini juga mendukung produsen benih sawit untuk masuk ke dalam aplikasi adalah yang memiliki keahlian yang dibuktikan dari sertifikat kompetensi, memiliki pengalaman menangkar dan menjadi mitra dari produsen kecambah.
“Saat ini sudah ada 6 koperasi perserta PSR yang telah mendapatkan rekomendasi teknis yang melakukan pemesanan bibit melalui aplikasi dengan kebutuhan bibit 60 ribu batang. Selain itu jumlah penangkar yang akan masih dalam aplikasi juga akan meningkat karena sejumlah penangkar telah mengakses ke dalam Babebun-PSR,” jelas Gunawan.
Dengan adanya aplikasi ini, maka penangkar yang bisa menyediakan benih akan terseleksi. Lalu petani melakukan pemesanan berdasarkan jarak dan potensi ketersediaan. Serta proses penyediaannya akan terkontrol melalui babebun.
Dijelaskan Gunawan, aplikasi Babebun akan mencegah investasi menjadi sia-sia manakala dalam pelaksanaan PSR menggunakan benih asalan atau benih ilegal. Dampak negatif penggunaan benih sawit ilegal antara lain tanaman lambat berbuah, produksi TBS sawit lebih rendah dari produksi normal, proses pengolahan tidak efisien dan kerugian finansial dan ekonomi.
“Harapan kami peredaran penggunaan benih ilegal dapat diminimalisir, pemasaran atau bisnis benih sawit lebih terbuka atau tidak terjadi monopoli, distribusi benih sawit lebih terorganisir, pekebun memiliki kesempatan untuk memilih benih sawit sesuai dengan minat dan kesesuaian lokasi, serta pemerintah dalam hal ini Ditjenbun dan UPTD Perbenihan seluruh Provinsi dapat ikut mengawasi proses peredaran benih kelapa sawit khususnya untuk kegiatan PSR,” ungkapnya.