JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Terbang dari Jakarta menuju Pakistan, Djono Albar Burhan membawa misi untuk menceritakan perkembangan kelapa sawit di Indonesia khususnya perkebunan petani. Anak muda lulusan The University of Auckland, Selandia Baru, ini menyampaikan kontribusi kelapa sawit terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) 2030.
Misi Djono ini disampaikan dalam Konferensi Internasional “Contribution of Vegetable Oil Towards Sustainable Development Goals”. Kegiatan ini bagian dari Food&Nutrition Festival Pakistan-Indonesia sebagai bagian kerjasama Kedutaan Besar Indonesia untuk Pakistan dan The University of Agriculture Faisalabad. Berlangsung selama 15-16 Maret 2022, pembicara yang hadir antara lain Dean Masood Sadiq Butt, Lt General (R) Sadiq Ali, DG NIFSAT Dr Imran Pasha, Najma Afzal, Dr Faqeer Anjum, dan Dr. Muhammad Firdaus dari IPB University.
Dalam presentasi berjudul “Achieving Sustainable Development Goals in The Perspective of Indonesian Oil Palm Smallhoders”, Djono menjelaskan Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki 652 bahasa dan 1.340 suku dengan kondisi geografis berada di negara tropis.
“Sebagai negara tropis, kelapa sawit sangat cocok untuk dibudidayakan di Indonesai. Kelapa sawit mampu menyatukan Indonesia,” ujar pengurus Bidang Internasional dan Pengembangan SDM DPP APKASINDO.
Selanjutnya, ia menguraikan update perkebunan sawit di Indonesia yang mencapai 16,38 juta hektare. Terdiri dari 6,72 juta hektare perkebunan petani, perkebunan milik swasta 8,68 juta hektare, dan perkebunan milik perusahaan negara 0,98 juta hektare.
Kontribusi kelapa sawit bagi Indonesia mampu menyerap tenaga kerja. Tercatat, jumlah petani yang bekerja di perkebunan mencapai 2,6 juta orang. Disusul, pekerja langsung 4,2 juta orang dan 12 pekerja tidak langsung. Kontribusi kelapa sawit terhada GDP Indonesia sebesar 3,5 %.
Djono juga menjelaskan APKASINDO sebagai organisasi petani sawit terbesar di Indonesia tersebar di 22 provinsi dan 146 Kabupaten/Kota penghasil kelapa sawit di Indonesia.
Berkaitan SDG’s, ia menjelaskan kelapa sawit mampu memenuhi capaian kriteria SDGs. Industri kelapa sawit telah berkontribusi pada pencapaian 13 tujuan dari 17 tujuan SDGs.
Industri sawit secara signifikan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, infrastruktur dan lapangan pekerjaan bagi pedesaan. Ini terlihat dari tren harga Tandan Buah Segar (TBS) petani terus meningkat semenjak 2020.
“Tanpa kelapa sawit, maka SDG’s tidak akan bisa dijalankan,” tegas Djono.
Ia juga menjelaskan komoditas sawit sejauh ini tahan terhadap ancaman covid-19 dari aspek ekonomi. Kelapa sawit memberikan nilai tambah bagi masyarakat di sekitar perkebunan.
Di tengah krisis pandemi, dijelaskan Djono, program biodiesel mampu menjaga keberlanjutan sawit dari aspek suplai dan permintaan. Program biodiesel mampu menekan volume impor minyak bumi, meningkatkan konsumsi CPO di Indonesia, dan penyeimbang harga.
“Pemerintah juga memberikan perhatian bagus kepada petani untuk peningkatan produktivitas. Kebijakan Peremajaan Sawit Rakyat menjadi upaya membawa petani kepada intensifikasi dan good agricultural practices,” ujarnya.
Di akhir presentasi, ia menampilkan foto anak-anak berseragam sekolah yang sedang berjalan di perkebunan sawit. Menurutnya, kelapa sawit telah berkontribusi positif bagi dunia pendidikan di Indonesia. Dengan kelapa sawit, petani dapat membiayai pendidikan anak-anak mereka sampai ke tingkat perguruan tinggi.
Duta Besar Indonesia untuk Pakistan Adam M Tugio mengakui produksi minyak sawit penting bagi perekonomian Indonesia karena negara ini merupakan salah satu produsen terbesar. Untuk itu, perlu dilakukan upaya promosi sawit sebagai contributor utama minyak nabati dunia.
“Melalui hubungan bilateral yang kuat di bidang pertanian, akademisi, dan industri akan bermanfaat untuk belajar dari pengalaman satu sama lain dan melawan tantangan bersama. Dengan kegiatan festival ini memberikan kesempatan untuk lebih dekat satu sama lain budaya dan people to people contact,” ujarnya saat memberikan sambutan.