JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kelapa sawit mempunyai beragam kelebihan dari aspek produktivitas dan kemampuannya mendongkrak perekonomian. Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi, Guru Besar IPB University, menjelaskan bahwa kelapa sawit memiliki potensi dalam mendukung terwujudnya Sustainable Development Goals (SDGs). Terlebih Indonesia merupakan negara produsen utama kelapa sawit dunia
“Produktivitas kelapa sawit sangat tinggi, dapat menghasilkan minyak nabati mencapai delapan ton per hektar per tahun. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan minyak dari kedelai dan biji bunga matahari yang hanya mampu menghasilkan 0,4 ton dan 0,5 ton minyak per hektarnya,” jelas Prof Purwiyatno seperti dilansir dari laman IPB University.
Informasi ini disampaikan Prof Purwiyatno Hariyadi saat menjadi pembicara Food Ingredient Asia Conference (FiAC) ke-6 secara daring yang berlangsung dari 14-16 Oktober 2020. Ia mengatakan kelapa sawit juga memiliki umur produktif mencapai 25 tahun dengan biaya produksi relatif lebih murah. Prof Hariyadi melanjutkan, berdasarkan data yang dihimpun Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), sepanjang tahun 2019 produksi minyak sawit Indonesia mencapai 51,8 ton juta Crude palm oil (CPO). Jumlah ini 9 persen lebih tinggi dari produksi tahun 2018.
Hal tersebut, katanya, menjadikan Indonesia layak disebut sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Dengan pertumbuhan populasi dan ekonomi dunia, permintaan terhadap minyak nabati selama satu dekade ke depan akan terus meningkat.
“Komoditas minyak kelapa sawit telah bertumbuh secara kuat menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sekitar 1,5 sampai 2,5 persen. Ini yang menjadikan pemerintah Indonesia menjadikan kelapa sawit sebagai faktor kunci perekonomian,” tambahnya.
Selain penghasil devisa, kelapa sawit juga berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, termasuk kualitas pendidikan dan kesehatan. Karena itu, tak bisa dipungkiri bahwa minyak kelapa sawit memainkan peran yang signifikan dalam mencapai target SDGs.
Namun demikian, perlu beberapa strategi untuk menjawab berbagai tantangan seperti aspek keamanan pangan dan risiko kesehatan. Faktanya, sebanyak 85 persen minyak kelapa sawit digunakan untuk memasak makanan. Oleh karena itu, perlu dipastikan keamanan secara keseluruhan rantai pasoknya sejak tahapan produksi hingga akhir.
Untuk meningkatkan nilai tambah, ia menyarankan Indonesia perlu membangun kegiatan riset dan pengembangan agar menghasilkan nilai komposisi kelapa sawit yang lebih tinggi dan berkualitas. Termasuk minyak yang bebas lemak trans dan kaya akan fitonutrien.
Kegiatan Food Ingredient Asia Conference (FiAC) ke-6 diselenggarakan South East Asia Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), IPB University bekerjasama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB University dan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) menggelar
Dalam kegiatan ini juga turut hadir sebagai pembicara Dr Emmanuel Hatzakis, (Ohio State University, USA), Prof Dr Michael Murkovic (Graz University of Technology, Austria). Di hari kedua, kegiatan diisi oleh Dr Dede Adawiyah (IPB University), Dr-Ing Dase Hunaefi (IPB University), Prof Dr Lilis Nuraida (SEAFAST Center IPB University), Prof Dr Chin-Kun Wang (Chung Shan Medical University, Taiwan) dan ditutup oleh Prof Dr Umar Santoso (President of IAFT/PATPI)