JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Tahun depan ekspor minyak sawit Indonesia diperkirakan lebih rendah pada tahun ini lantaran terserap sebagai bahan baku industri biodiesel. Sahat Sinaga, Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengatakan ekspor sawit dan produk turunannya pada tahun depan diperkirakan turun menjadi 21 juta ton apabila program mandatori biodiesel 20% (B-20) berjalan baik.
“Tahun ini, ekspor CPO dan produk turunannya sekitar 25 juta ton tetapi tahun 2016 bisa terpangkas menjadi 21 juta ton,” ujar Sahat dalam jumpa pers tahunan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI).
Sahat menyebutkan dengan berjalannya program B20 dapat dipastikan stok minyak sawit semakin menipis. Tahun depan stok minyak sawit bisa mencapai 2 juta ton. Jumlah ini di bawah stok pada 2015 yang berkisar 3 juta ton.
Disebutkan Sahat Sinaga, konsumsi CPO didalam negeri mencapai 11,5 juta ton pada 2016. Terdiri dari konsumsi CPO sebanyak 7,1 juta ton untuk industri minyak goreng/makanan, konsumsi CPO untuk biodiesel sekitar 3,8 juta ton, dan 563 ribu ton untuk industri oleokimia.
Pada tahun 2015, penggunaan minyak sawit untuk kebutuhan domestik hanya 8,4 juta ton. Konsumsi ini dipakai untuk industri minyak goreng sekitar 6,9 juta ton, industri biodiesel sekitar 868 ribu ton, dan industri oleokimia sebesar 554 ribu ton.
Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memproyeksikan produksi CPO tahun depan berjumlah 33 juta ton. Lebih tinggi daripada tahun ini hanya 30,9 juta ton. Derom Bangun menyebutkan produksi bisa meningkat walaupun ada pengaruh El Nino di perkebunan sawit.
“Kita harapkan penggunaan biodiesel di dalam negeri akan membuat harga lebih baik. Pasalnya, permintaan biodiesel di Uni Eropa mengalami kelesuan setelah harga minyak bumi mengalami tekanan. Saat ini, minyak kanola dan minyak kedelai sebagai bahan baku industri biodiesel Eropa dialihkan kepada industri makanan,” ujar Derom.